Arma, Hidup Ini Seperti Tarian: Butuh Keseimbangan, Ritme, dan Hati yang Ikhlas
Iniloh.com Jakarta- Arma Jala Vira Shanty, atau yang akrab disapa Arma, adalah perempuan yang menjembatani dua dunia: kesetiaan pada budaya leluhur melalui tarian Bali dan dedikasi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dari akar Jawa yang kental hingga petualangan menjelajahi alam, kisahnya mengajarkan arti menemukan jati diri di tengah rutinitas yang sibuk.
Meski lahir di Surabaya dan besar di Jakarta, Arma mengaku Ponorogo kota asal sang nenek adalah tempat yang membentuk memorinya.
“Ponorogo itu rumah kedua. Dulu, aku sering pulang kampung tanpa orang tua, hanya bersama nenek. Di sana, aku belajar mencintai tradisi: dari reog, makanan khas, hingga keramahan warga,” ujarnya.
Kedekatan ini membuatnya tetap merasa “Jawa banget”, meski hidup di metropolitan.
Kini, ia masih kerap kembali ke Ponorogo untuk bernostalgia.
“Vibes-nya selalu hangat. Seperti mengisi ulang energi,” tambahnya.
Sebagai ASN di instansi pemerintah, Arma punya rutinitas padat.
Namun, ia tak pernah meninggalkan passion-nya: menari Bali. Sejak kecil, ia sudah belajar menari di Pura dekat rumah.
“Ini seperti takdir. Ibu dulu menyuruhku mencoba banyak hal, tapi akhirnya aku selalu kembali ke tari,” katanya.
Kendati sempat kesulitan menemukan sanggar tari Bali untuk dewasa, ia tak menyerah.
Kini, ia aktif di beberapa komunitas tari yang memadukan tradisi dan modernitas.
“Menari itu me time-ku. Latihannya melelahkan, tapi begitu musik dimainkan, semua capek hilang. Aku seperti menemukan diri sendiri,” ujarnya.
Tarian Bali bukan sekadar hobi, melainkan cara ia merawat jiwa.
Di sela kesibukan, Arma menyisihkan waktu untuk traveling, khususnya ke destinasi alam.
“Kalau ada dinas luar kota, aku selalu colongan cari spot alam. Lihat pemandangan hijau atau air terjun, langsung segar lagi,” tuturnya.
Baginya, alam adalah sumber inspirasi dan pengingat bahwa dunia tak hanya tentang deadline.
Sebagai ekstrover, Arma menikmati profesinya yang mempertemukannya dengan banyak orang.
“Aku suka banget ketemu orang-orang hebat. Dari mereka, aku belajar hal baru dan memperluas perspektif,” ujarnya.
Namun, ada harga yang harus dibayar: ia kerap melewatkan momen keluarga, termasuk ulang tahunnya sendiri, karena tugas dinas.
“Sedih, tapi aku paham ini konsekuensi pilihan. Syukurnya, keluarga selalu support,” ungkapnya.
Arma berharap semua orang bisa menjaga kedekatan dengan orang tersayang.
“Jangan ragu bilang maaf atau terima kasih. Hal kecil itu bisa memperkuat hubungan,” pesannya.
Ia juga percaya bahwa masa lalu adalah guru:
“Apa yang sudah terjadi tak bisa diubah, tapi kita bisa belajar agar tak mengulang kesalahan.”
Arma punya pesan tegas: “Siapa pun kamu, bagaimana pun kamu, you are worth it!
Tetap jadi diri sendiri dan berusahalah menjadi versi terbaikmu, terutama untuk dirimu sendiri.”
Pesan ini ia buktikan lewat hidupnya: menjalani profesi formal tanpa meninggalkan identitas sebagai penari dan petualang.
Melalui akun Instagram @underarmaor, Arma membagikan potret keseharian: dari sesi latihan tari Bali, pemandangan alam saat dinas, hingga canda dengan keluarga.
Dari Jakarta hingga Ponorogo, ia membuktikan bahwa kesetiaan pada akar budaya dan pengabdian pada negara bisa berjalan beriringan.
“Hidup ini seperti tarian: butuh keseimbangan, ritme, dan hati yang ikhlas.” imbuh Arma Jala Vira Shanty.
Source image: arma

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










