Asahi Asry Larasati, Obat Sakit Hati Terbaik Adalah Pencapaian dan Prestasi
Iniloh.com Bandung- Kenalan yuk sama Asahi Asry Larasati. Perempuan kelahiran Bandung, 08 Januari 1996. Ia dibesarkan di Cimahi, sebuah kota yang asri, nyaman, dan indah. Ia juga dibesarkan oleh seorang mama tanpa sosok kepala keluarga (papa-alm) sejak usia tiga tahun.
Tentunya hal itu ia lalui dengan penuh kesulitan dan tidak mudah sama sekali.
Ada satu perkataan yang mungkin sangat membekas di hati Asry, di mana kala itu mamanya berkata bahwa Asry harus masuk SMK karena beliau tidak sanggup menyekolahkannya.
Setelahnya terserah Asry mengenai pilihan hidupnya akan dibawa ke mana.
‘Mama nggak akan sanggup sekolahin kamu, makanya kamu masuk SMK aja, biar setelahnya terserah kamu. Masih harus ada adik yang perlu biaya pendidikan apalagi cowok harus lebih unggul.’
Sakit hati? tentu saja. Tapi bagi Asry kemudian, kalimat itulah yang membuatnya menjadi sosok seperti sekarang ini yang jauh lebih kuat dan dewasa. Singkat cerita, Asry pun masuk SMK pilihan mama, sampai tingkat tiga ketika sedang magang di Ibu kota ia akhirnya memutuskan untuk tidak pulang.
Ia mengumpulkan uang dengan berbagai cara, mulai dari jualan keripik, menyisihkan upah magang, hingga menghemat biaya makan dengan konsumsi nasi dan tahu selama satu tahun (makan sekali sehari).
Satu tahun pertama di Jakarta ketika magang di sebuah Stasiun TV swasta, Metro TV.
Kemudian Asry mulai daftar kuliah, kelas karyawan, jurusan Desain Produk (DKV) di Universitas Mercu Buana, selama 3,5 tahun kuliah, tentunya masih makan nasi dan tahu setiap hari, karena bagi Asry biaya kuliah benar-benar tidak murah untuknya yang saat itu berjuang sendirian.
Selama merantau, ia benar-benar berjuang untuk dirinya sendiri, kerja sebagai seorang penyiar radio, finance, accounting, freelancer desain di Google Indonesia, reporter lifestyle, politik, sampai Internasional.
Tak jarang, ia update kehidupan melalui sosial media. Sampai seorang followers merespon di sebuah kolom komentar ‘Lu kerja apa sih? banyak banget yang di kerjain? apa pindah pindah mulu? lu jago sih bisa ini itu, tapi lu harus tahu, lu nggak bakalan pernah pro di bidangnya.”
Hal itu membuat Asry sangat tersentil. Ia kira, bisa banyak hal akan memudahkan, tapi nyatanya tidak.
Saat bekerja di media Kementerian Pariwisata RI, Asry sering bepergian keluar kota dalam program COE (Calender of Event) sebuah festival kebudayaan yang dilakukan selama setahun penuh, berkeliling Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Setiap waktu senggang atau istirahat, ia selalu eksplore kuliner khas daerah sana lengkap dengan mengabadikan momen melalui foto, yang diunggah ke second acc Instagram-nya (Aci.kulineran).
Bulan demi bulan berlalu, rupanya akun tersey cukup mengundang perhatian orang. Awalnya, akun itu bahkan tercipta hanya menjadi galery foodie-nya sendiri, tentu untuk mengapresiasi diri ‘finally bisa makan enak’, menurut kata Asry.
Tak disangka, tawaran endorse dari UMKM sampai brand besar berdatangan. Covid-19 yang mematikan penghasilannya dari perusahaan yang ia tempati, Tuhan memberikan jalan super tak terduga, bahkan tidak pernah ia rencanakan sama sekali.
Asry memutuskan resign dari perusahaan media dan fokus menjadi seorang konten kreator khusus kuliner.
Ia berusaha mendalami bidang ini walaupun sesekali ada perasaan takut ‘hal ini sampai kapan ya masanya?
Keajaiban kembali terjadi, selama ia fokus ngonten kuliner, ada beberapa perusahaan yang menghubungi, menginginkan dirinya dapat menjadi konten kreator di perusahaanya.
Kini, di sinilah Asahi Asry Larasati dengan posisi Head Content and Kreatif di sebuah holding perusahaan. Asry tetap membuat konten kuliner di Aci Kulineran, dan freelancer creative content di tiga perusahaan lain.
Perjuangannya selama sepuluh tahun merantau, bisa menyelesaikan pendidikan sampai S2, membeli rumah sendiri di Tangerang Selatan, pelihara tiga anabul (poddle) dan punya mobil city car sendiri.
Dulunya, ia yang sakit hati dengan ucapan mama, ia balas dengan pencapaian yang bisa membanggakan beliau. Sejak keluar dari rumah, hubungannya dengan mama tetap baik.
Mamanya yang tahu secara nyata bagaimana proses pendewasaan hidup Asry. Ia berharap bahwa ekonomi keluarga lebih dari cukup, karir dan kesehatannya juga terjamin.
“Obat sakit hati terbaik adalah pencapaian dan prestasi,” pesan Asry.
Demikianlah kisah hidup Asry yang cukup berat untuk ia lalui apalagi di usia yang masih sangat muda.
Namun, ia tetap bisa melakukannya dan berdiri tegak, di mana kita pun harus bisa mencontoh semangatnya. Semoga bermanfaat.
Source image: asry

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










