Cella Purnomo, Temukan Passion dan Kita Punyai Hak untuk Bahagia
Iniloh.com Jakarta- Jakarta, kota yang tak pernah berhenti bergerak, melahirkan sosok perempuan tangguh seperti Cella Purnomo.
Lahir pada 21 Januari 1980, perempuan berdarah Semarang-Ambon-Belanda ini tumbuh dalam keluarga besar dengan lima saudara.
Sebagai anak kedua dan putri tertua, Cella tak hanya menjadi “kakak” bagi adik-adiknya, tapi juga pewaris semangat keberanian dari sang kakak laki-laki yang meninggal pada 2018.
“Dia mengajariku untuk tak pernah lemah. Sampai sekarang, semangatnya tetap hidup dalam diriku,” ujarnya.
Sebelum menjadi ibu rumah tangga dengan tiga anak, Cella menjalani karier gemilang sebagai pramugari.
Dunia penerbangan memberinya pelajaran tentang disiplin, pelayanan, dan seni mengelola emosi.
Namun, ketika memutuskan fokus pada keluarga, ia tak kehilangan identitasnya.
“Menjadi ibu adalah anugerah, tapi saya tak ingin terjebak dalam peran itu saja. Saya tetap perlu ruang untuk menjadi ‘Cella’ yang utuh,” tuturnya.
Kesibukannya mengurus rumah tangga ia selaraskan dengan gairah lamanya: olahraga. Badminton dan basket menjadi ritual wajib yang tak pernah ia lewatkan.
“Ini investasi untuk kesehatan hari tua. Tapi lebih dari itu, olahraga adalah cara saya menjaga jiwa tetap muda,” ujarnya sambil tersenyum.
Cella aktif di dua klub badminton (@tararangkis dan @ladieston) serta komunitas basket @libamak_club.
Di sana, ia menemukan “keluarga kedua” yang menerimanya tanpa label istri atau ibu.
“Saat bermain, saya hanya ‘Cella’, perempuan yang suka tertawa lepas, berlari, dan sesekali mengeluh soal pukulan yang meleset,” candanya.
Baginya, komunitas ini adalah pengingat bahwa setiap perempuan berhak memiliki ruang untuk dirinya sendiri, di luar tuntutan peran sosial.
Keterlibatannya di dunia olahraga juga menjadi contoh bagi anak-anaknya.
“Saya ingin mereka tumbuh melihat bahwa ibu mereka kuat, mandiri, dan punya kehidupan di luar rumah,” tambahnya.
Darah Ambon-Belanda dari sang ibu dan Semarang dari ayahnya membentuk Cella sebagai pribadi yang hangat namun tegas.
“Keluarga kami sangat beragam, tapi perbedaan justru jadi kekuatan. Kami belajar saling menghargai sejak kecil,” kenangnya.
Sebagai putri tertua, ia juga menjadi penengah dan tempat curhat adik-adiknya.
“Mereka bilang, saya seperti kombinasi antara kakak dan ibu. Kadang galak, tapi selalu ada saat dibutuhkan,” ujarnya.
Di usia 44 tahun, harapan Cella sederhana: keluarga harmonis, rezeki yang mengalir lancar, dan dikelilingi orang-orang positif.
“Saya percaya energi baik akan menarik hal-hal baik lainnya. Makanya, saya selektif memilih lingkungan,” tegasnya.
Ia juga berkomitmen untuk terus aktif di komunitas, sebab di situlah ia menemukan semangat dan persahabatan sejati.
Quote favoritnya, “Kuat itu Cantik, dan di usia 40an, aku memilih keduanya,” menjadi mantra hidup Cella.
Baginya, kecantikan tak sekadar fisik, tapi juga tentang ketangguhan mental dan kemampuan bertahan di tengah perubahan peran hidup.
“Di usia ini, saya tak lagi ingin membuktikan diri pada orang lain. Saya hanya ingin menjadi versi terbaik untuk diri sendiri dan keluarga,” ujarnya.
Pesan ini ia tujukan pada perempuan Indonesia, terutama para ibu:
“Jangan pernah lupa untuk bernapas di luar peran sebagai istri atau ibu.
Temukan passion-mu, bahkan jika hanya satu jam sehari. Itu cukup untuk mengingatkan bahwa kita masih punya hak untuk bahagia.”
Source image: cella
Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.
