Dian Catur Anggraini, Jangan Pernah Berhenti Bergerak

Iniloh.com Jakarta- Dian Catur Anggraini, atau yang akrab disapa Anggie, adalah perempuan asli Banyuwangi, Jawa Timur, yang menjadikan kesederhanaan dan ketulusan sebagai fondasi hidup.

Dibesarkan di kota yang terkenal dengan budaya Gandrung dan alamnya yang memesona, Anggie mewarisi semangat pantang menyerah khas masyarakat Jawa Timur.

Banyuwangi mengajarkan saya arti kerja keras dan kebersamaan. Di sini, kita tumbuh dengan prinsip sepi ing pamrih, rame ing gawe bekerja tulus tanpa pamrih,” ujarnya.

Dian tidak menjalani masa kecil seperti kebanyakan orang. Orang tuanya berpisah sejak ia duduk di bangku SD.

Sang ibu, yang bekerja keras untuk menafkahinya, meninggal dunia, sementara sang ayah memilih untuk tidak bertanggung jawab.

Saya diasuh oleh kakek dan nenek. Dari merekalah saya belajar arti kemandirian,” ungkapnya.

Meski tumbuh tanpa kehadiran orang tua, Dian tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang.

Kakek-neneknya mengajarkannya untuk tetap rendah hati, memaafkan, dan tidak menyimpan dendam.

Memaafkan ayah adalah proses terberat, tapi saya melakukannya dengan tulus. Dendam hanya membebani hati,” ujarnya.

Pengalaman pahit itu justru membentuknya menjadi pribadi yang kuat.

“Saya sadar, hidup tidak selalu adil. Tapi Tuhan selalu mengirimkan orang-orang baik, seperti kakak, adik sambung, dan sahabat-sahabat yang tulus,” tambahnya.

Sebagai wiraswasta, Anggie bersama keluarga mengelola usaha kecil-kecilan yang menjadi sumber penghidupan.

Meski tak disebutkan secara spesifik jenis usahanya, ia menekankan pentingnya kolaborasi dalam keluarga.

Kami saling mendukung. Ayah mengurus produksi, ibu di administrasi, saya handle pemasaran. Meski skalanya masih kecil, kebersamaan jadi kunci,” ceritanya.

Baginya, berwirausaha bukan sekadar mencari profit, tapi juga melestarikan nilai-nilai kekeluargaan.

Olahraga bukan sekadar hobi bagi Anggie, melainkan cara ia merayakan kehidupan.

Saya suka aktivitas fisik apa pun, mulai dari lari pagi, bersepeda, sampai membantu orang tua di kebun. Bagi saya, bergerak itu simbol semangat,” ujarnya.

Ia tak memusingkan jenis olahraga tertentu, karena baginya yang terpenting adalah tubuh tetap aktif.

Duka dalam hobi? Saya anggap itu pembelajaran. Saat kaki kram atau cuaca tak mendukung, itu mengajarkan saya untuk adaptasi,” tambahnya.

Bagi Dian Catur Anggraini, tiga harapan sederhana menjadi pilar penuntun hidupnya. Pertama, kesehatan jiwa dan raga ia jadikan prioritas mutlak.

“Tanpa kesehatan, segalanya kehilangan makna,” tegasnya, menjelaskan kebiasaannya menjalani cek kesehatan rutin dan menjaga pola makan seimbang sebagai bentuk syukur.

Kedua, ia berkomitmen untuk terus bertumbuh menjadi pribadi lebih baik. Setiap hari, ia menyisihkan waktu merefleksikan diri:

 “Apa kesalahan kemarin? Bagaimana memperbaikinya?” Proses yang ia sebut sebagai “pupuk untuk karakter”.

Ketiga, ia ingin menjadi manusia yang bermanfaat, meski melalui hal-hal kecil.

 “Tak perlu menunggu kaya atau sempurna. Bantu tetangga mengangkat barang atau sekadar mendengar cerita teman, itu sudah memberi arti,” ujarnya.

Bagi Anggie, ketiga prinsip ini saling terhubung: sehat fisik dan mental memungkinkannya berkembang, sementara pertumbuhan diri membuka ruang untuk berbagi kebaikan dengan tulus.

Di tengah padatnya mengurus usaha dan keluarga, Anggie punya ritual harian yang tak pernah ia lewatkan: ibadah, olahraga, dan berpikir positif.

Sesibuk apa pun, saya selalu sholat tepat waktu. Olahraga juga dipaksakan, minimal 30 menit sehari.

Motion creates emotion, gerakan fisik bisa ubah mood,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya kerendahan hati dan menebar kebaikan.

Jangan tunggu kaya untuk berbagi. Senyum tulus, kata-kata penyemangat, atau bantuan kecil saja sudah jadi amal,” ucapnya.

Pesannya untuk siapa pun yang merasa lelah:

“Jangan pernah berhenti bergerak. Pikiran positif itu seperti pupuk untuk jiwa.

Tetaplah rendah hati, karena kesombongan hanya akan menjauhkan kita dari berkah.”

Pagi hari, Anggie biasa mulai dengan olahraga ringan di sekitar rumah. Setelahnya, ia membantu orang tua menyiapkan kebutuhan usaha.

Siang hari, ia fokus pada pemasaran, entah lewat media sosial atau turun langsung ke pasar.

Saya suka interaksi dengan pelanggan. Dari situ, saya belajar membaca kebutuhan pasar,” ujarnya.

Malam hari, ia luangkan waktu untuk quality time dengan keluarga atau refleksi diri.

Sebagai perempuan Banyuwangi, Anggie bangga akan akar budayanya.

Di sini, kita diajari menghargai alam dan sesama.

Saat Petik Laut atau festival budaya, semua warga kompak. Semangat itu yang saya bawa dalam bisnis dan kehidupan,” ujarnya.

 

Source image: Anggie

You May Also Like

Winda Delisha Sinaga, Jangan Pernah Berhenti Belajar dan Asah Bakat yang Ada
Winda Delisha Sinaga, Jangan Pernah Berhenti Belajar dan Asah Bakat yang Ada
Dayen Dian, Dunia Ini Tiada Kehabisan Orang Hebat Tapi Butuhkan Individu yang Sopan dan Beradab
Dayen Dian, Dunia Ini Tiada Kehabisan Orang Hebat Tapi Butuhkan Individu yang Sopan dan Beradab
Amy Azza, Jangan Pernah Berhenti Belajar, Tanpa Ini Dunia Kita Menjadi Gelap
Amy Azza, Jangan Pernah Berhenti Belajar, Tanpa Ini Dunia Kita Menjadi Gelap
Regina Kurniasari, Tetaplah Rajin Bergerak Seimbang Antara Fisik dan Psikis
Regina Kurniasari, Tetaplah Rajin Bergerak Seimbang Antara Fisik dan Psikis
Adinda Meita Putri, Hidup Adalah Belajar Jangan Pernah Berhenti Belajar karena Semuanya Sangat Dinamis
Adinda Meita Putri, Hidup Adalah Belajar Jangan Pernah Berhenti Belajar karena Semuanya Sangat Dinamis
Dian Septiani, Jadilah Diri Sendiri dan Lakukan Hal yang Buat Bahagia
Dian Septiani, Jadilah Diri Sendiri dan Lakukan Hal yang Buat Bahagia