Dr. Cut Novita Srikandi, SS. M.Hum: Hidup yang bahagia adalah Hidup yang Bermanfaat bagi Orang Lain
Iniloh.com Jakarta- Dari Tanah Rencong yang penuh ketenangan, lahir seorang perempuan yang menjadikan ilmu dan pelayanan sebagai napas hidupnya.
Dr. Cut Novita Srikandi, akrab disapa Dr. Cut, mengawali perjalanannya di sebuah kota kecil di Aceh yang sejuk dan damai.
Nuansa ketenangan dan kedamaian kampung halaman ini, meski tak diuraikan detailnya, seakan menjadi fondasi awal bagi jiwa kontemplatif dan tekadnya yang kuat.
Aceh, dengan warisan budaya dan religiusitasnya yang kental, mungkin telah menanamkan benih ketekunan dan semangat berbagi yang kelak menjadi ciri khas perjalanan hidupnya.
Jiwa pendidik Dr. Cut bukanlah kebetulan, melainkan sebuah passion kuat yang membara dalam dirinya.
Passion inilah yang menggerakkannya untuk menempuh jalan panjang pendidikan hingga puncak jenjang doktoral.
Di menara gading ilmu, ia tak hanya mengejar gelar, tetapi mendalami bidang yang menjadi panggilan jiwanya: Sastra dan Kajian Gender.
Keduanya bukan sekadar disiplin ilmu, melainkan lensa untuk memahami kompleksitas manusia, relasi kuasa, dan ekspresi budaya.
Uniknya, kecintaannya pada ilmu tak berhenti di ranah teoretis semata. Dr. Cut juga aktif sebagai praktisi di bidang BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing).
Peran ini menjadikannya duta budaya, memperkenalkan kekayaan bahasa dan Indonesia kepada dunia global.
Kombinasi ketiganya , sastra, kajian gender, dan pengajaran BIPA menunjukkan visi keilmuannya yang holistik: memahami manusia secara mendalam melalui sastra dan analisis gender, sekaligus membangun jembatan komunikasi lintas budaya melalui bahasa.
Seperti perjalanan mulia lainnya, profesi Dr. Cut diwarnai dinamika. Sukanya terletak pada hakikat profesi itu sendiri: “Bisa terus belajar dan berbagi ilmu.”
Bagi seorang pembelajar sejati seperti Dr. Cut, kesempatan untuk terus menyerap pengetahuan baru dan menyebarkannya kepada mahasiswa, kolega, atau peserta BIPA adalah sumber kebahagiaan dan kepuasan yang tak ternilai.
Setiap ruang kelas, seminar, atau sesi pengajaran adalah medan untuk menyalakan api keingintahuan dan memberi pencerahan.
Namun, jalan ini juga berliku. Dukanya hadir dalam bentuk tuntutan pragmatis dan sistemik: harus pintar membagi waktu di antara berbagai peran (akademisi, peneliti, pengajar BIPA, mungkin juga peran keluarga) dan menghadapi tantangan sistem.
Tantangan sistem bisa mencakup birokrasi akademik yang rumit, keterbatasan sumber daya, atau bahkan resistensi terhadap wacana kritis seperti kajian gender yang digelutinya.
Menghadapi ini, dibutuhkan ketangguhan, kecerdikan, dan kesabaran ekstra.
Di balik kesibukan dan dedikasinya, harapan Dr. Cut terdengar sederhana namun sarat makna: “Bisa terus memberi manfaat kepada sesama.”
Kalimat singkat ini merangkum seluruh esensi perjuangannya.
Ia tidak memimpikan ketenaran atau kekayaan berlimpah, tetapi kebermanfaatan yang berkelanjutan.
Setiap penelitian yang dilakukan, setiap kelas yang diajar, setiap kata dalam bahasa Indonesia yang diajarkan kepada penutur asing, diarahkan untuk satu tujuan mulia, menebar kemanfaatan bagi orang lain dan masyarakat luas.
Ini adalah kompas moral yang menuntun setiap langkah profesional dan personalnya.
Pesan yang Dr. Cut sampaikan kepada pembaca adalah intisari dari filosofi hidupnya:
“Hidup yang bahagia adalah hidup yang bermanfaat bagi sesama.”
Ini bukan sekadar kutipan motivasi, tetapi kesimpulan mendalam dari perjalanan seorang akademisi dan pendidik yang telah menjadikan pelayanan sebagai jalan hidup.
Dr. Cut mengajak kita untuk melihat kebahagiaan bukan sebagai tujuan akhir yang egois, tetapi sebagai buah alami dari kontribusi positif kita kepada dunia.
Ketika hidup diisi dengan tindakan memberi, membantu, mencerahkan, dan memberdayakan orang lain, kebahagiaan sejati akan mengikuti sebagai konsekuensi alami.
Source image: Dr Cut

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










