Eis Daryanti, Jangan Pernah Mengambil Hak Orang Lain!

Iniloh.com Jakarta- Lahir dan tumbuh di Palembang, Eis Daryanti menyimpan kenangan masa kecil yang tidak sepenuhnya manis tentang lingkungan tempatnya dibesarkan.

Wah kalau di kampung lingkungannya tidak bagus,” tuturnya dengan jujur, mengisyaratkan dinamika sosial yang kompleks.

Ia menggambarkan atmosfer di mana ada yang merasa tersakiti jika kehidupan kita lebih dari mereka, menciptakan rasa tidak nyaman dan kecemburuan yang mengganggu.

Kebisingan bukan hanya soal suara, tapi juga bising dari belakang berupa suka membanding-bandingkan anak orang lain padahal belum tentu hidupnya sempurna.

Pengalaman ini meninggalkan bekas, mengajarkannya sejak dini tentang betapa rapuhnya hubungan tetangga ketika diwarnai iri hati dan penilaian yang tidak adil.

Kampung halaman, bagi Eis, adalah tempat di mana ia belajar tentang luka psikologis dan ketangguhan yang harus dimiliki untuk bertahan.

Karir Eis pernah membawanya ke dunia hospitalitas, namun pengalaman itu justru meninggalkan kesan pahit.

Pernah kerja di salah satu hotel yang menurut aku lingkungannya toxic,” ungkapnya singkat namun penuh makna.

Istilah “toxic” ini menyiratkan budaya kerja yang tidak sehat, mungkin penuh dengan intrik, perlakuan tidak adil, atau tekanan psikologis yang menggerogoti semangat.

Pengalaman ini menjadi titik balik, mendorongnya mencari jalan lain yang lebih selaras dengan kenyamanan dan nilai-nilai dirinya.

Untuk sekarang lagi fokus di sosial media,” jelasnya, menandai babak baru di mana ia mengambil kendali atas waktunya dan kreativitasnya.

Fokus ini juga beriringan dengan persiapan memasuki fase hidup yang sangat berarti:

“Tahun ini akan menjadi ibu rumah tangga yang baik dan menjadi ibu yang baik aminn“.

Keinginan tulus ini menunjukkan prioritas barunya: membangun kehangatan rumah tangga dan dedikasi penuh sebagai seorang ibu, jauh dari lingkungan yang pernah meracuni semangatnya.

Di balik ketenangan fokus barunya, tersimpan api motivasi yang membara dalam diri Eis, sebuah tekad yang lahir dari luka masa lalu dan pengalaman buruk.

Harapan dan doanya untuk masa depan terdengar seperti sebuah ikrar: “Doa aku semoga, Hinaan itu akan aku bayar tuntas.”

Kalimat ini bukan tentang dendam yang merusak, melainkan tentang pembuktian diri yang gagah.

Ia ingin hidup yang dimana mereka tak pernah bayangkan dan hidup yang selalu ia inginkan. Esensinya jelas: “Balas dendam yang baik itu dengan kesuksesan.

Bagi Eis, kesuksesan adalah jawaban terbaik atas segala hinaan, cibiran, dan keraguan yang pernah dilontarkan kepadanya.

Ia membayangkan sebuah kehidupan yang begitu gemilang, jauh melampaui ekspektasi (dan mungkin harapan negatif) mereka yang pernah merendahkannya.

Ini adalah motivasi intrinsik yang kuat, mengubah rasa sakit menjadi bahan bakar untuk mencapai puncak.

Pesan Eis untuk pembaca di seluruh Indonesia singkat, tegas, dan penuh integritas:

“Seburuk apapun kita di hidup ini, jangan pernah mengambil hak orang lain.”

 

 

Source image: eis

You May Also Like

Lisa Lin, Investasi Terbaik Adalah Maksimalkan Keberanian Untuk Coba Belajar dan Mengambil Resiko
Lisa Lin, Investasi Terbaik Adalah Maksimalkan Keberanian Untuk Coba Belajar dan Mengambil Resiko
Dwi Agustina, SH: Jangan Takut untuk Mengambil Risiko!
Dwi Agustina, SH: Jangan Takut untuk Mengambil Risiko!
Saputri Ardianti, Perempuan yang Tahu Nilai Dirinya Tidak Akan Mengambil yang Bukan Haknya!
Saputri Ardianti, Perempuan yang Tahu Nilai Dirinya Tidak Akan Mengambil yang Bukan Haknya!
Ramadini Felani, Kita Tidak Bisa Memilih Takdir, Tetapi Bisa Mengambil Sikap atas Takdir yang Dijalani
Ramadini Felani, Kita Tidak Bisa Memilih Takdir, Tetapi Bisa Mengambil Sikap atas Takdir yang Dijalani
Cella Purnomo, Temukan Passion dan Kita Punyai Hak untuk Bahagia 
Cella Purnomo, Temukan Passion dan Kita Punyai Hak untuk Bahagia 
Moudy, Keyakinan dan Perjalanan Spiritual Seseorang Adalah Hak Pribadi yang Harus Dihormati
Moudy, Keyakinan dan Perjalanan Spiritual Seseorang Adalah Hak Pribadi yang Harus Dihormati