Eka Yesi, Travelling Bukan Sekedar Hobi Tapi Kebutuhan Jiwa

Iniloh.com– Lahir dan besar di Yogyakarta, Eka Yesi atau di sapa Yesi adalah sosok perempuan yang mengajarkan bahwa kebahagiaan bisa ditemukan dalam peran apa pun, termasuk menjadi ibu.

Dari masa kecil hingga kuliah, ia menghabiskan waktunya di Kota Gudeg bersama keluarga, membentuk kepribadiannya yang aktif dan penuh rasa ingin tahu.

Kini, di tengah kesibukannya sebagai ibu rumah tangga, semangat petualangannya tetap menyala, meski bentuknya sedikit berbeda.

Yesi mengakui Yogyakarta sebagai tempat yang membentuk hidupnya.

Dari sekolah hingga lulus kuliah, ia tumbuh dalam lingkungan yang kaya akan budaya dan pendidikan.

Tak heran, jiwa eksplorasinya muncul sejak dini. Semasa sekolah dan kuliah, ia aktif berorganisasi, bahkan sempat merintis bisnis skincare.

Namun, kecintaannya pada traveling dan alam tetap menjadi prioritas. “Dulu, hiking ke gunung atau menjelajahi tempat baru itu rutin. Sekarang, karena ada bayi, petualangannya lebih sederhana,” ujarnya sambil tertawa.

Sebelum menjadi ibu penuh waktu, Yesi pernah bekerja secara remote di sebuah startup edutech.

Pengalaman ini memberinya fleksibilitas untuk tetap produktif sambil mengelola kehidupan pribadi.

Meski kini fokus pada keluarga, ia tak berhenti berkarya.

Yesi aktif di beberapa komunitas, menjaga keseimbangan antara peran sebagai ibu dan kebutuhan dirinya untuk tetap terhubung dengan dunia luar.

Bagi Yesi, traveling bukan sekadar hobi, tapi kebutuhan jiwa.

Itu cara saya me-refresh pikiran,” katanya. Saat masih lajang, ia sering menjelajahi alam, namun kini perjalanannya lebih banyak melibatkan anak dan suami.

Kebersamaan keluarga menjadi nilai tambah, meski tantangannya tak sedikit. Logistik ribet, biaya membengkak, dan kelelahan fisik kerap menghampiri.

Bawa bayi itu seperti pindah rumah mini. Tapi, senyum anak saat melihat pemandangan baru bikin semuanya terbayar,” ungkapnya.

Selain traveling, Yesi menyukai membaca novel.

Buku-buku fiksi menjadi pelariannya saat tak bisa keluar rumah. “Membaca itu seperti traveling juga, tapi lewat imajinasi,” ujarnya.

Sebagai ibu, Yesi punya resep sendiri untuk menjaga kebahagiaan.

Pertama, ia selalu menyisihkan me-time 15–30 menit sehari, entah untuk membaca atau sekadar minum teh hangat.

Kedua, ia menolak jadi perfeksionis. “Rumah berantakan? Tak masalah. Yang penting anak dan saya bahagia,” katanya.

Fleksibilitas juga kuncinya. Ia membuat jadwal harian, tapi tetap memberi ruang untuk spontanitas, seperti mengajak anak main ke taman tanpa rencana.

Yesi juga gemar merayakan hal-hal kecil. “Kalau anak habiskan susunya, itu sudah prestasi!” katanya sambil tertawa.

Menjaga komunikasi dengan teman dan keluarga lewat video call atau grup komunitas juga ia prioritaskan.

Tak lupa, merawat diri dengan makan teratur dan tidur cukup. “Ibu bahagia adalah fondasi keluarga bahagia,” tegasnya.

Meski kini petualangannya lebih sering ke dapur daripada ke gunung, Yesi tak pernah kehilangan semangat.

Menjadi ibu itu sendiri adalah petualangan terhebat,” ujarnya, mengutip kalimat motivasinya.

Baginya, setiap hari adalah kesempatan untuk belajar, tumbuh, dan menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana.

 

Source image: eka yesi

You May Also Like

Rida Surya Lestari, Hati Kan Tenang Jika Kita Merasa Cukup
Rida Surya Lestari, Hati Kan Tenang Jika Kita Merasa Cukup
Sarah Salsabila, Hidup Tak Perlu Sempurna yang Penting Penuh Syukur dan Makna 
Sarah Salsabila, Hidup Tak Perlu Sempurna yang Penting Penuh Syukur dan Makna 
Mia Resmiati, Sukses Bukanlah Akhir, Kegagalan Bukanlah Hal yang Fatal
Mia Resmiati, Sukses Bukanlah Akhir, Kegagalan Bukanlah Hal yang Fatal
Astri Yuniati, Jangan Takut Ambil Keputusan Sulit Selama untuk Kebaikan Diri dan Keluarga 
Astri Yuniati, Jangan Takut Ambil Keputusan Sulit Selama untuk Kebaikan Diri dan Keluarga 
Cynthia Agatha de Ruiter, Konsisten Berusaha dan Berbuat Baik Hasil Pasti Kan Terlihat 
Cynthia Agatha de Ruiter, Konsisten Berusaha dan Berbuat Baik Hasil Pasti Kan Terlihat 
Maharatih, SH. MH: Hidup Adalah Seni yang Harus Dirajut dengan Kesadaran Penuh
Maharatih, SH. MH: Hidup Adalah Seni yang Harus Dirajut dengan Kesadaran Penuh