Eni Listiani, Sayangi dan Hormati Orang Tua Kita!
Iniloh.com Jakarta- Dari balik gemerlap ibu kota, kerinduan Eni Listiani selalu tertambat pada sebuah desa terpencil di Batang, Jawa Tengah.
“Suasana yang asri, dingin, dan juga makanan khas yang bikin aku gak bisa lupain,” kenangnya dengan hangat, menggambarkan pesona kampung halaman yang melekat di hatinya.
Ketenangan alam dan keramahan warga yang tulus menjadi memori indah yang terus ia bawa.
Namun, jiwa mudanya merindukan denyut kehidupan yang lebih cepat.
“Tapi sayangnya aku gak begitu suka tinggal di desa karena jauh dari keramaian,” akunya dengan jujur dan sedikit gelak tawa.
Kontras inilah yang mendorongnya merantau, meninggalkan kesejukan Batang untuk mengejar ritme metropolitan yang dinamis di Jakarta.
Menciptakan narasi hidup yang dirajut dari benang-benang dua dunia yang berbeda.
Di Jakarta, Eni menempa diri dalam dunia hospitality, bekerja di sebuah restoran di kawasan elit Jakarta Selatan.
Pekerjaan ini bukan sekadar sumber penghidupan, tapi menjadi sekolah kehidupan yang mendalam baginya.
“Itu yang bikin aku banyak bersosialisasi,” ujarnya, menekankan bagaimana interaksi intens dengan berbagai karakter manusia mengasah kemampuan komunikasi dan pemahamannya tentang orang lain.
Namun, semangat kreatif Eni tidak berhenti di situ.
Dunia fashion dan beauty memanggil hatinya, diwujudkan melalui side job sebagai Marketing dan Brand Ambassador (BA) untuk Yarae Skincare, produk asal Korea.
Passion-nya terhadap kedua dunia ini berakar pada keyakinannya: Perempuan itu harus cantik dan modis. Tapi Eni segera meluruskan,
“Meskipun dua kata itu tergantung siapa yang mengartikannya. Cantik gak harus hanya tentang paras, tapi penampilan juga perlu.”
Baginya, kecantikan adalah perpaduan antara percaya diri, gaya yang sesuai, dan merawat diri, sebuah ekspresi penghargaan terhadap diri sendiri.
Menjembatani dua dunia kerja yang berbeda tentu tidak selalu mulus. Eni mengakui dengan terbuka,
“Sukanyaaaa banyak banget, dukanyaaaa juga banyak banget. Ha ha ha.”
Ia memahami bahwa dalam dinamika pekerjaan apapun, akan selalu ada orang yang menyukai atau tidak menyukainya.
Yang penting, menurutnya, adalah tinggal bagaimana kita bisa menyikapinya.
Filosofi menghadapi penilaian orang lain pun ia bagikan dengan polos: Jujur karena aku berusaha cuek jadi aku bikin happy aja.
Sikap cuek ini bukan berarti apatis, melainkan bentuk ketangguhan mental memilih untuk tidak membiarkan energi negatif mengganggu kebahagiaan dan fokusnya, serta menjaga keseimbangan emosi di tengah tuntutan ganda kariernya.
Di balik keceriaan dan kesibukannya di Jakarta, ada satu hal yang selalu menyentuh titik terdalam rasa khawatir Eni:
“Hal yang paling bikin aku sedih banget kalau denger keluarga sakit.”
Jarak fisik yang memisahkannya dengan keluarga di Batang seringkali terasa sangat jauh ketika kabar kurang baik datang. Kerinduan dan rasa tanggung jawab memuncak dalam doa:
“Aku selalu berharap mereka baik-baik saja dilindungi oleh Allah.”
Kekhawatiran inilah yang menjadi pendorong kuat langkah strategisnya:
“Itu alasan aku juga terjun di dunia Asuransi, karena aku ingin melindungi diriku dan keluarga ku dari hal-hal yang tidak kami inginkan.“
Baginya, asuransi bukan sekadar produk finansial, melainkan wujud nyata cinta dan perlindungan untuk orang-orang tersayang, memberikan ketenangan pikiran meski terpisah jarak.
Pesan terpenting yang ingin Eni Listiani sampaikan kepada siapa pun yang membaca kisahnya adalah tentang keluarga, fondasi yang membentuknya. Dengan penuh keyakinan, ia menegaskan:
“Latar keluarga kita, gak akan pernah mengecilkan ku..justru karena mereka aku bisa menjadi sekuat sekarang.”
Source image: eni

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










