Enjelina Nicolas, Bangunlah Lebih Awal Agar Mataharimu Bersinar!
Iniloh.com Jakarta- Bitung, Sulawesi Utara, bukan sekadar titik koordinat bagi Enjelina Nicolas.
Ia adalah kampung halaman yang membentuk jiwanya.
“Kota yang sangat aman dan punya nilai toleransi tinggi dalam segi budaya, ras dan agama,” kenangnya penuh rasa bangga, menggambarkan tanah kelahirannya yang menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan.
Di tengah keramahan kota pesisir ini, Enjelina tumbuh dalam kehangatan keluarga dengan penuh kasih sayang yang luar biasa.
Sang ayah, seorang guru di sekolah negeri Bitung, menjadi sosok sentral.
“Didikannya keras, namun saya percaya didikan ini demi kebaikan saya dimasa depan nanti.”
Keyakinannya terbukti: “Terbukti sampai sekarang, didikan beliau sangat membekas, membentuk saya menjadi wanita yang tangguh dalam menghadapi hidup yang penuh tantangan.”
Ketangguhan itu kelak menjadi senjatanya.
Mengikuti jejak sang ayah, Enjelina memilih jalan hidup mulia: menjadi guru.
“Karir ini pilihan hidup saya yang diidamkan sejak duduk dibangku SMA.”
Setelah meraih gelar S1 dari Universitas Negeri Manado pada 2014, pengabdiannya dimulai dengan langkah berani dan penuh dedikasi.
Tahun 2016, ia memutuskan menjadi guru honorer di pedalaman Papua selama dua tahun.
Pengalaman inilah yang menjadi titik balik tak terduga. Akses yang terbatas memaksanya sering jalan kaki ke sekolah 2-4km.
Aktivitas harian yang melelahkan di jalan setapak berbatu dan alam yang menantang ini justru memupuk kecintaannya yang mendalam pada aktivitas jalan kaki
“Aktivitas ke sekolah ini membuat saya mencintai jalan kaki.”
Kebiasaan sederhana ini menjadi benih yang akan tumbuh subur.
Kembali ke Manado pada 2019, rutinitas jalan kaki terus ia jalani. Kemudian, muncul keinginan untuk mencoba lebih:
“Sampai balik ke Manado saya mulai coba-coba jogging sore setelah pulang dari sekolah.”
Dari jogging santai, passion barunya berkembang. Ia mulai berlatih lebih serius, mengikuti program latihan dari salah seorang coach di Manado.
Transformasinya mencengangkan: “Latihan ini membuat saya yang awalnya hanya jalan kaki, kemudian lari dengan jarak yang pendek. Tiba-tiba biasa lari dengan jarak yang cukup panjang.”
Dedikasi dan disiplin yang ditanamkan sang ayah membuahkan hasil di lintasan lari. Puncaknya?
Keberanian mengikuti event lari besar pertamanya tahun ini: Makassar Half Marathon kategori Half Marathon (21KM) – sebuah lompatan luar biasa dari jalan kaki 4km di pedalaman Papua.
Harapan Enjelina Nicolas untuk masa depan terdengar sederhana namun penuh makna:
“Semoga dengan kesehatan, karir dengan ekonomi yang cukup, bisa saya menikmati hidup dengan penuh rasa syukur.“
Ia tidak mengejar kemewahan, melainkan kecukupan yang memungkinkannya bersyukur.
Sebagai seorang guru yang kini telah berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), karir yang ia cintai telah menemui bentuk yang lebih mapan.
Keseimbangan antara kesehatan, karir yang berarti, dan rasa syukur adalah kunci kebahagiaannya.
Enjelina membagikan sebuah filosofi hidup yang menggambarkan semangat juang dan kedisiplinannya, sekaligus menjadi pesan inspiratif bagi semua:
“Jangan bangun saat matahari bersinar tapi bangunlah lebih awal agar matahari melihatmu bersinar.”
Source image: enjelina

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










