Esti, Setiap Orang Punya Garis Finish dan Waktunya Sendiri
Iniloh.com– Esti, perempuan berdarah Solo-Bugis yang lahir dan besar di Makassar, membuktikan bahwa warisan ketekunan dalam keluarga bisa menjadi kunci meraih mimpi.
Sebagai pegawai kontrak pemerintah kota, ia tak hanya menjalani rutinitas pekerjaan, tetapi juga mengukir prestasi di dunia lari, sebuah hobi yang diwariskan oleh sosok inspiratif dalam hidupnya: sang ibu.
Di usia 58 tahun, ibu Esti masih aktif berlari dengan jarak tempuh 21 kilometer. Keteladanan inilah yang memantik semangat Esti.
“Awalnya, saya berpikir: jika Mama bisa, mengapa saya yang lebih muda tidak?” ujarnya.
Sejak setahun terakhir, ia memutuskan untuk serius menekuni olahraga lari.
Bukan sekadar ikut-ikutan, Esti ingin membuktikan bahwa darah pantang menyerah yang mengalir dari budaya Solo-Bugis dalam dirinya bisa diterjemahkan menjadi prestasi nyata.
Esti tak sendirian dalam perjalanannya. Ia bergabung dengan Nightrunvercity, komunitas lari Makassar yang membantunya meningkatkan kemampuan melalui pelatihan profesional.
“Di sini, saya belajar teknik pernapasan, pacing, dan konsistensi. Coach komunitas sangat membantu,” ceritanya.
Dukungan sesama anggota juga menjadi motivasi tambahan, terutama saat rasa malas mencoba menghampiri.
Puncak perjuangannya teruji saat ia berpartisipasi dalam Makassar Half Marathon kategori 10K.
Dengan persiapan matang, Esti berhasil mencatatkan personal best yang sesuai ekspektasi.
“Ini bukan sekadar soal waktu, tapi membuktikan bahwa latihan konsisten membuahkan hasil,” ucapnya bangga.
Medali yang ia raih bukan hanya simbol kemenangan, melainkan juga penghormatan pada proses panjang yang dilaluinya.
Di balik prestasi, Esti kerap dihadapkan pada tantangan mental.
Long run sendirian, misalnya, menjadi momen di mana ego dan ketahanan fisik diuji.
“Kadang, saya bertanya: untuk apa semua ini? Tapi ingatan pada Mama selalu menguatkan,” akuinya.
Tak hanya itu, ia juga harus menghadapi beragam opini orang sekitar.
“Ada yang bilang saya pamer, ada yang mendukung. Saya memilih fokus pada tujuan sendiri,” tegasnya.
Baginya, lari adalah medium untuk berbicara melalui tindakan, bukan kata-kata.
Esti berpesan kepada generasi muda, khususnya perempuan Makassar, untuk tidak mudah menyerah.
“Jangan biarkan omongan orang menghentikan langkah Anda. Setiap orang punya garis finish dan waktunya sendiri,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa hidup, seperti lari maraton, membutuhkan kesabaran dan kepercayaan pada proses.
“Yang penting, teruslah bergerak. Tuhan yang akan mengatur kapan kita sampai,” tambahnya.
Source image: Esti

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










