Helena Pearcee, Tetap Semangat, Kerja Keras, Doa dan Usaha!
Iniloh.com Jakarta- Dari gang-gang Semarang yang sarat tata krama Jawa halus hingga riuh rendah Jakarta yang menguji ketangguhan, perjalanan Helena Pearcee adalah mozaik adaptasi dan keteguhan hati.
Masa kecilnya perempuan bernama panjang Helena Susi Wahyuni ini di Ambarawa (hingga kelas 6 SD) membentuknya dasar karakter: pendidikan kuat dan kesantunan yang melekat.
“Tinggal di daerah yang Jawa halus, tata krama bagus,” kenangnya.
Namun gemuruh hidup membawanya ke Lampung, di mana nada bicara yang tinggi dan tegas memaksanya berubah.
“Banyak di-ledekin karena aku halus bahasa-nya,” akunya.
Di situlah ia belajar mengeras: menyesuaikan diri dengan bahasa yang lantang tanpa kehilangan esensi kehalusannya.
Jiwa mandirinya kemudian diuji saat merantau solo ke Jakarta, cari kost sendiri, bekerja keras, dan bertahan tanpa sandaran keluarga.
Setiap kota bukan sekadar lokasi, melainkan guru yang mengukir lapisan baru dalam dirinya.
Kini, ia menetap di Tangerang, membangun rumah tangga dengan bekal semua pelajaran itu.
Di tengah kesibukan sebagai karyawan kantoran, Helena menemukan pelabuhan kreatif: dunia konten creator.
Awalnya iseng diajak teman ke berbagai event, hobi lamanya memotret dan membuat video menemukan saluran.
“Setiap event aku bikin konten,” ujarnya.
Perlahan, bibit itu tumbuh: brand-brand mulai menawarkan kolaborasi, mengubah hobi menjadi sumber penghasilan tambahan.
Sukanya jelas: dibayar melakukan apa yang dicintai. Namun duka datang dari benturan dua dunia.
“Paling kalau dapat deadline kerjasama yang mepet, suka keteteran,” ceritanya.
Tak jarang ia harus menolak tawaran karena khawatir ngecewain brand, konflik klasik pekerja sampingan yang ingin profesional di semua lini.
Fokus kontennya pada fashion hijab ia pilih dengan sengaja.
“Dari dulu suka fashion,” katanya.
Inspirasinya datang dari video fashion luar negeri, tapi selalu disaring melalui lensa hijab.
Tipsnya praktis: “Lebih suka penampilan terlihat menarik. Kalau baju udah oke, tetap akan terlihat fresh walau makeup belum on.”
Bagi Helena, fashion adalah bahasa percaya diri yang sesuai dengan identitasnya.
Di balik senyum dan konten penuh gaya, ada perjuangan yang mendalam: Helena adalah pejuang garis dua.
Bertahun-tahun menjalani promil alami, puluhan kali konsultasi dokter, dua kali inseminasi gagal.
“Doa jalur langit, tahajud, sedekah subuh, belum terwujud,” ungkapnya dengan getir.
Untuk bertahan, ia menyelam dalam kerja dan konten kreatif, sebuah topeng kebahagiaan yang menyembunyikan kesedihan yang menyelimuti hati.
Dukungan terbesarnya? Keluarga yang mendoakan dan mendukung setiap hal positif yang ia kerjakan.
Harapannya berlapis: naik jabatan di karir korporat, kesehatan untuk membahagiakan keluarga, samawa dengan suami, dan tidak membebani anak nanti.
Ambisinya jelas: ingin mampu mewujudkan cita-cita anak tanpa beban finansial.
Pesan hidupnya adalah kristal dari perjalanannya yang berliku:
“Allah akan memberikan kebahagiaan dari tugas-tugas dan kegagalan yang sudah kita selesaikan serta doa-doa yang kita langitkan.
Tetap semangat, kerja keras, doa, usaha. Tetap bertopeng kebahagiaan di balik luka dan duka yang kita simpan.
Source image: Helena Pearcee

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










