Hikayat Paox Iben & Ayam Jago Idolanya
ADU JAGO
Nosel NTB– Selama masa pandemi kemarin, lebih dari dua puluh ekor ayam jago yang saya pelihara. Hampir semua berkelas. Tidak semua saya beli, beberapa pemberian para sahabat. Seperti jago merah pemberian Gus Muwwafiq Yogyakarta dll. Hehehe.
Sekarang hanya tersisa empat ekor. Ada yang diminta kakak ipar di Bima, dua di curi orang. lima di sembelih untuk manaqiban atau acara. Selebihnya mati karena sakit.
Asal-usul ayam-ayam jago itu juga beragam.
Sebagian besar saya bawa dari Semarang, Jogjakarta, Madura, dll. Dikirim melalui ekspedisi. Ada juga yang naik pesawat ayamnya.
Saya bukan maniak adu ayam, apalagi botoh series. Saya senang saja memeliharanya.
Sesekali kita adu. Yah, namanya juga ayam aduan, masak cuman di mandiin dan dilihatin. Hitung-hitung mereka olahraga, gerak badan. Biar nggak ngilu-ngilu.
Meskipun ayam-ayam jago saya hampir habis, tapi saya nggak kapok memeliharanya. Namanya juga hobi. Apa asyiknya hidup tanpa kesenangan-kesenangan kecil?
Rencananya selesai musim hujan nanti kita berburu lagi ayam-ayam yang keren.
Apalagi pas musim politik nanti. Yang lain adu calon Bupati, Walikota, legislatif bahkan calon Presiden, kita adu ayam jago saja.
Hihiii.
Syruuppuutt2….
*** *** ***
AYAM SORRY
Ayam putih ini saya beri nama SEHE. Jago kampung biasa sebenarnya. Tapi entah mengapa semua ayam petarung di rumah kami pada takut sama dia.
Si Jalak Wido Hijau yang paling ganaspun itu kami beri nama Jabrut alias Jalak Brutal sampai lari terbirit birit bahkan pernah nyemplung ke sungai begitu dihadap-hadapkan dengan Si Sehe.
Kadang saya berpikir apa istimewanya ayam ini, kok segitunya ya. Gaya bertarungnyapun biasa saja.
Dalam banyak riwayat diceritakan, konon binatang kesukaan Rasulullah SAW itu bukan kucing, tetapi ayam berwarna putih.
Para ulamapun bersepakat meskipun hadist tentang ayam putih ini lemah, namun tiada ada ruginya memeliharanya.
Sebab jenis ayam ini selain rajin berkokok sebagai penanda waktu (ibadah), dipercaya mampu mengusir sihir jahat dan makhluk halus atau jin pengganggu.
Terlepas benar tidaknya alasan itu, saya sendiri sebenarnya lebih menyukai ayam goreng atau ayam Taliwang eh Ayam Sorry hehee.
Jika ditanya tentang hal-hal yangg filosofis kenapa menyukai ayam petarung, mungkin kita bisa belajar dari lukisan-lukisan Maestro Affandi yang banyak menampilkan adegan adu ayam.
Sebuah gambaran tentang daya hidup, perjuangan, pertarungan sampai tuntas, hasrat paling purba dalam diri semua makhluk.
Syruuppuutt dulu…
PENUNGGANG JAGO
Siang ini saya ke Selong, Lombok Timur, untuk mengunjungi sahabat saya pelukis Yanto Artis. Katanya ada ‘sesuatu’ untuk saya.
Ternyata sebuah lukisan dengan model diri saya sedang menunggang jago. Waahhh menarik. Banyak hal yang harus didiskusikan tentang tafsir dan maknanya ini.
Sayang yang bersangkutan sedang keluar. Pamitnya sama istrinya cuman ke pasar sebentar, tapi lama juga menunggunya.
Syruuppuutt duluhh
source: Paox Iben.

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










