Intan Tobing, Jangan Batasi Dirimu !

Iniloh.com Jakarta- Dari Medan yang keras namun penuh karakter, lahir sebuah kisah ketangguhan bernama Intan Tobing. Perjalanan hidupnya dimulai dengan ujian berat yang tak terpilih:

Saya kurang beruntung dalam keluarga,” ungkapnya dengan jujur.

Sejak usia balita, tepatnya 3 tahun, pondasi keluarganya retak. “Orang tua saya pisah…”

Kenangan akan kehangatan rumah tangga utuh mungkin kabur, digantikan oleh realita pahit perpisahan.

Di titik yang bisa membuat siapa pun kehilangan arah, muncul seorang pahlawan: kakeknya.

Jika tidak ada perjuangan dari kakek saya, saya tidak bisa sampai disini,” akunya penuh syukur.

Sentuhan kasih sayang, bimbingan, dan perjuangan sang kakeklah yang menjadi pelindung dan penuntun.

Tanpa sosok itu, Intan yakin jalan hidupnya mungkin berbeda:

Mungkin saya bisa jadi seorang yang hilang arah dan tidak mempunyai mimpi.

Kakeknya bukan hanya pengasuh, tapi penyelamat yang memberinya harapan dan arah.

Dari reruntuhan masa kecil itu, Intan bangkit dan menemukan panggilan hidupnya yang mulia: menjadi seorang guru.

Profesi ini bukan sekadar pekerjaan; ia adalah pilihan hati, sebuah jalan untuk memberi apa yang mungkin pernah ia rindukan atau dapatkan dari kakeknya – bimbingan, pengetahuan, dan cahaya penuntun.

Sebagai guru, Intan berdiri di depan kelas bukan hanya untuk mentransfer ilmu, tetapi mungkin juga untuk menjadi tiang penyangga bagi anak-anak yang mungkin mengalami kebimbangan serupa yang pernah ia rasakan.

Ia menjadi bukti hidup bahwa latar belakang sulit bukan penghalang untuk berkontribusi positif dan membentuk generasi masa depan.

Setelah melewati masa-masa sulit dan menemukan makna dalam pengabdiannya, Intan merumuskan resep sederhana namun mendalam untuk kebahagiaan hidup:

Selalu bersyukur dan merasa cukup.

Bersyukur ia maknai sebagai upaya mensyukuri segala hal yang ada, betapapun kecilnya, mulai dari sosok kakek penyelamatnya, kesempatan mulia menjadi guru, hingga setiap hela napas kehidupan.

Prinsip syukur ini membantunya mengalihkan fokus dari kekurangan menuju berkat-berkat yang terhampar.

Sementara “merasa cukup” ia praktikkan dengan menemukan kepuasan dalam kondisi saat ini, tanpa terjebak rasa lapar akan keinginan tak berujung yang hanya memicu keserakahan.

Bagi Intan, rasa cukup justru menjadi sumber ketenangan batin. Kedua prinsip inilah yang menjadi tamengnya menghadapi kompleksitas hidup, memungkinkannya meraih kedamaian dan kebahagiaan autentik meski berlatar belakang masa lalu penuh keterbatasan.

Dari lubuk hati yang paling dalam, Intan menyampaikan pesan yang menyentuh dan membakar semangat, khususnya bagi mereka yang mungkin merasa terbelenggu oleh keadaan:

Bagaimanapun latar belakang keluargamu, ingatlah setiap manusia berhak bermimpi. Jangan batasi dirimu!

Karna semua manusia mempunyai kedudukan yang sama dimata Tuhan.

 

Source image: intan

You May Also Like

P. Sari Dwihanday Sukoco, You,ve Done A Good Job, Taking Care Of Yourself Mentally & Physically
P. Sari Dwihanday Sukoco, You,ve Done A Good Job, Taking Care Of Yourself Mentally & Physically
Vera Novianti, Kita Tak Bisa Buat Semua Orang Sukai Kita Maka Jadi Diri Sendiri Saja
Vera Novianti, Kita Tak Bisa Buat Semua Orang Sukai Kita Maka Jadi Diri Sendiri Saja
Nada Crusita, Pede Lakukan Apa yang Kita Mau dan Jangan Menunda-nunda
Nada Crusita, Pede Lakukan Apa yang Kita Mau dan Jangan Menunda-nunda
Dita Handayani, SH: Let The Beauty Of What You Love Be What You Do
Dita Handayani, SH: Let The Beauty Of What You Love Be What You Do
Mega Perdana Putra, Tiap Langkah yang Kita Ambil Sekecil Apapun Adalah Investasi Untuk Masa Depan
Mega Perdana Putra, Tiap Langkah yang Kita Ambil Sekecil Apapun Adalah Investasi Untuk Masa Depan
Shifa Nur, Jangan Pernah Biarkan Rasa Takut Menghalangi Impian Kita
Shifa Nur, Jangan Pernah Biarkan Rasa Takut Menghalangi Impian Kita