Krisnawaty Sembiring, Jangan Bandingkan Perjalanan Kita dengan Orang Lain
Iniloh.com Jakarta- Berastagi, kota kecil di kaki Gunung Sibayak, Sumatera Utara, dengan udara sejuk dan hamparan kebun sayur yang hijau, menjadi akar kuat Krisnawaty Sembiring.
Perempuan yang akrab disapa Kris ini tumbuh di tengah keluarga petani sederhana yang mengajarkannya arti kerja keras dan syukur.
“Orang tua saya tak pernah mengeluh. Mereka bangga bisa menyekolahkan anak-anaknya ke kota besar, meski harus mencangkul dari subuh,” kenangnya.
Nilai-nilai itu melekat erat: tekun, pantang menyerah, dan selalu melihat peluang di balik kesulitan.
Setelah lulus perguruan tinggi, Kris merantau ke Jakarta dan bekerja di sebuah perusahaan selama lima tahun.
Namun, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tiba-tiba menghentak hidupnya.
“Awalnya syok. Tapi saya percaya, Tuhan punya rencana lebih baik,” ujarnya.
Daripada larut dalam penyesalan, ia memilih bersyukur.
Keputusan itu membawanya kembali pada hobi lama: berpose di depan kamera.
Bersama teman-teman seperjuangan sejak kuliah yang ia sebut “tim solid penuh energi positif”, Kris mulai serius mengeksplorasi dunia fotografi.
Dari sekadar hobi, kegiatan ini berkembang menjadi kolaborasi kreatif.
Mereka tak hanya membuat konten, tetapi juga membantu mengembangkan bisnis teman-teman, seperti promosi produk lokal atau campaign kreatif.
“Ini cara kami saling mengangkat. Saya bisa ekspresikan diri sekaligus berkontribusi,” katanya.
Bagi Kris, berdiri di depan kamera adalah cara menemukan jati diri.
“Saya merasa paling hidup saat bisa mengekspresikan emosi lewat gaya dan ekspresi. Ini terapi,” ujarnya.
Dukungan teman-teman menjadi penyemangat terbesarnya.
“Mereka selalu bilang, ‘Kris, kamu bisa!’ Itu yang membuat proses ini menyenangkan.”
Namun, di balik hasil foto yang memukau, ada perjuangan tak terlihat.
Kris mengaku kerap kelelahan fisik dan mental, terutama saat harus tampil maksimal meski kondisi tidak ideal.
“Ada hari di mana rasa minder muncul. Tapi saya belajar menerima itu sebagai bagian dari proses,” akunya.
Baginya, vulnerability bukan kelemahan, justru kekuatan yang membuatnya manusiawi.
Kris punya resep jitu menjaga kreativitas:
“Jangan berhenti mencari inspirasi.”
Ia rajin membaca buku, mengamati karya fotografer lain, dan mencoba hal-hal baru, mulai dari kursus singkat hingga eksplorasi lokasi unik.
“Ide sering datang dari hal kecil. Saya selalu catat di notes hp, bahkan saat sedang masak,” candanya.
Ia juga menekankan pentingnya lingkungan positif.
“Berkeliling dengan orang-orang yang visioner itu seperti di-charge terus. Mereka mengingatkan saya untuk tidak takut keluar dari zona nyaman.”
Kris ingin kisahnya menjadi pengingat: setiap orang punya jalannya sendiri.
“Jangan bandingkan perjalananmu dengan orang lain. Proses yang berat itu seperti pupuk untuk bunga, suatu hari akan mekar indah,” ujarnya, merujuk filosofi hidupnya.
Ia berharap semua orang tetap setia pada diri sendiri, sekaligus terbuka pada perubahan.
“Tuhan tak pernah salah rancang. PHK dulu saya anggap musibah, ternyata itu pintu menuju passion yang selama ini terpendam,” tambahnya.
Source image: Kris

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










