Lhani Mei, Bergaulah dengan Siapapun!
Iniloh.com Jakarta- Dari tenangnya pedalaman Mamuju, Sulawesi Barat, menuju gemerlapnya industri tambang di Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
Perjalanan hidup Lhani Mei atau disapa Mei adalah sebuah narasi tentang ambisi, kerja keras, dan keteguhan diri di tengah arus perubahan yang deras.
Mei memulai ceritanya dari akar yang tenang.
Ia berasal dari sebuah desa di Mamuju yang sejuk, jauh dari polusi dan hiruk-pikuk kota.
“Tidak ada polusi karena jauh dari kota,” kenangnya tentang suasana damai yang melekat dalam ingatannya.
Setelah menyelesaikan kuliah, semangat petualangannya membawanya ke sebuah tempat yang sama sekali berbeda: Kabupaten Morowali Utara.
Morowali, yang sering dijuluki sebagai “kabupaten terkaya di Indonesia” karena kekayaan tambang nikelnya, menjadi medan baru baginya.
Di sinilah Mei memutuskan untuk mengadu nasib, bekerja di sebuah perusahaan nikel.
Namun, ia cepat menyadari bahwa kota ini memiliki dua sisi yang kontras. Di balik gemerlap kekayaannya, tersimpan pelajaran hidup yang keras.
“Kota ini sangat panas dengan istilah siapa yang pintar dia yang akan mempunyai banyak uang, tetapi siapa yang bodoh dalam pergaulan maka dia akan rusak di kota ini,” ujarnya, merangkum dinamika sosial yang ia amati.
Filsafat urban ini tidak lantas membuatnya takut, justru menjadi kompas bagi langkahnya.
Alih-alih menghindar, Mei memilih untuk mempelajari situasi dengan bijak.
Dengan kecerdasan sosialnya, ia mulai membangun jaringan.
“Bergaul dengan siapapun, memperbanyak relasi,” menjadi strateginya.
Dari pergaulan yang luas inilah, ide bisnis mulai bermunculan.
Pikiran entrepreneur-nya yang sudah terlihat dari bisnis online pakaian yang ia jalani, kini berkembang.
Ia melihat peluang lain: bisnis jual beli HP dan perabot rumah tangga.
Maka, lahirlah seorang Lhani Mei dengan tiga peran sekaligus: karyawan perusahaan, pengusaha pakaian, dan pedagang elektronik serta perabot.
Menjadi seorang yang multitasking bukanlah jalan yang mulus.
“Suka dukanya capeknya double karena saya yang mempunyai 3 pekerjaan yang semuanya harus saya handle sendiri,” akuinya dengan jujur.
Bayangkan, dalam 24 jam sehari, waktu tidurnya seringkali harus dikorbankan, hanya tersisa beberapa jam saja.
Tapi, di balik semua kelelahan itu, ada sebuah visi yang menjadi penyemangatnya.
“Saya selalu berpikir mempunyai tabungan untuk masa depan itu adalah investasi,” tekadnya.
Setiap tetas keringat, setiap jam tidur yang hilang, ia lihat sebagai setoran untuk sebuah masa depan yang lebih terjamin.
Ini adalah pilihan sadar, sebuah pengorbanan yang ia terima dengan ikhlas demi tujuan yang lebih besar.
Dalam gelombang kesibukan dan kerasnya kehidupan di Morowali, Mei berpegang teguh pada sebuah prinsip yang menjadi filter pergaulannya:
“Bergaulah dengan siapapun, tetapi jangan ikut keburukan mereka.”
Source image: lhani mei

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










