Meidiana Latiefah, Tidak Perlu Tunggu Siap, untuk Memulai Sesuatu!
Iniloh.com Jakarta- Perjalanan hidup Meidiana Latiefah atau disapa Mei berliku layaknya jalanan Ibu Kota.
Masa kecilnya di Pasar Minggu hanya bertahan hingga kelas 3 SD, sebelum kondisi ekonomi memaksa keluarganya berpindah ke Pamulang.
Di sanalah ia tumbuh dewasa. Namun, semesta rupanya punya rencana penuh makna.
“Lucunya, sekarang semesta membawa aku kembali ke kota ini,” ujarnya.
Kembali ke Pasar Minggu bukan sekadar pulang, tapi memulai hidup baru di kota kelahiran, membangun memori baru bersama keluarga baru.
Meski mengakui macetnya Jakarta sudah tidak bisa ditoleransi lagi.
Bagi Meidiana, rumah barunya ini adalah ruang yang nyaman, tempat untuk membuat suasana seperti yang kita inginkan.
Sebuah perjalanan sirkular yang penuh keharuan dan niat membangun kehangatan baru.
Karir Meidiana adalah petualangan dinamis melintasi berbagai dunia.
“Dari Bioskop ke Office, dari Event ke layar digital, aku pernah berada di beberapa bidang.”
Namun, ada satu benang merah yang selalu menariknya pulang: “Tapi ke mana pun langkah karierku, aku selalu balik jadi Content Creator.”
Di ranah inilah jiwanya menemukan kebebasan sejati.
Ia bisa bebas berekspresi, menuangkan ide-ide liar, dan menyulapnya jadi sesuatu yang bermakna.
Dari hasrat kreatif inilah lahir proyek-proyek personal yang menjadi jantung karyanya: Meidiohouse, Como.paws, Skatewithmeh, ruang-ruang berekspresi yang telah menyatu dengan hidupnya.
Kini, identitasnya pun berlapis-lapis: “Aku juga seorang ibu rumah tangga, manajer waktu, dan penjaga api kreativitas dalam diri sendiri.”
Sebuah perpaduan peran yang menuntut harmoni dan ketangguhan.
Menggeluti dunia konten memang seru baginya, tempat ia bisa jadi diri sendiri dan eksplorasi banyak hal.
Namun, Meidiana jujur mengakui sisi lain yang menantang:
“Tapi di balik itu, ada juga energi besar yang harus dikeluarkan.”
Tantangan terbesarnya bukan hanya mencipta, tapi juga menjaga semangat di tengah rutinitas digital yang gak ada habisnya.
Saat burnout menghampiri, Meidiana punya strategi jitu: “Aku belajar buat kasih jeda. Nggak maksain terus jalan.”
Ia dengan sadar merespons kebutuhan jiwanya dengan rehat: journaling, denger musik, yoga, main sepatu roda, atau nonton film untuk memicu inspirasi baru.
Prinsipnya jelas: “Yang penting aku hadir dulu buat diri sendiri.”
Dan keyakinannya teguh: “Dan selama mencintai prosesnya, semangat itu pasti akan balik lagi.”
Di balik dinamika hidup dan karir, Meidina menyimpan sebuah doa dan filosofi hidup yang mendalam:
“Doaku cuma satu: Semoga kita bisa berdamai bahwa hidup nggak harus selalu ambisius.”
Ia mengajak kita untuk rileks: “Nggak semua hal harus dikejar cepat-cepat. Kadang cukup dijalani, dinikmati, dan dirasain aja.”
Namun, ini bukan ajakan untuk berhenti bermimpi.
Justru sebaliknya: “Tapi kalau kamu punya mimpi besar, so what gitu loh?”
Syarat utamanya hanya satu: “Asal kita nggak kehilangan diri sendiri dalam perjalanan.” Sebuah pesan tentang keseimbangan antara hasrat dan kedamaian batin.
Pesan penutup Meidiana untuk semua yang membacanya singkat, menggugah, dan penuh kekuatan:
“Banyak orang bilang kita punya banyak waktu di dunia ini, tapi menurutku justru waktu kita terbatas.
Jadi lakukanlah apa pun yang selama ini tertahan di dalam diri kamu.
Mulai. Nggak usah tunggu siap.Kamu nggak pernah tau, perubahan besar bisa datang dari langkah kecil yang kamu ambil hari ini.”
Source image: Meidiana

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










