Melysa Sambira, Kebahagiaan itu Diciptakan, Bukan Diminta!
“Sekali minum air Mahakam pasti akan kembali ke Samarinda.”
Iniloh.com Jakarta- Pepatah lama dari Kalimantan Timur itu mengalir deras dalam diri Melysa Sambira.
Perempuan yang lahir di Berau namun dibesarkan di Samarinda kota Tepian ini mengakui betapa tanah kelahirannya telah membentuk jiwanya.
Samarinda, “kota yang panas” secara cuaca, namun hangat dalam ingatan, adalah tempat ia menempa identitas.
Sungai Mahakam yang legendaris bukan sekadar pemandangan, tapi metafora hidup,sebuah ikatan abadi yang selalu memanggil pulang, mengingatkan pada akar yang membesarkannya.
Di tengah denyut kota Samarinda atau mungkin kota lain tempatnya bekerja kini, Melysa menjalani ritme hidup yang disiplin namun penuh warna.
Sebagai seorang “Pekerja Kantoran“, ia tunduk pada tuntutan profesional yang ketat.
Namun, Melysa paham betul bahwa hidup tak boleh terjebak di balik tumpukan kertas dan layar komputer.
Bagi Melysa, kerja adalah ibadah, sebuah pengabdian yang memberi nafkah dan makna.
Tapi ibadah untuk jiwa dan masa depannya adalah dua hal lain yang tak kalah sakral:
“Traveling dan olahraga itu kewajiban sekalian menenangkan fikiran, dan membuat cerita baru, dan bekal masa tua“.
Ia dengan sengaja selalu menyempatkan waktu untuk kedua aktivitas ini.
Traveling adalah obat penat sekaligus investasi cerita untuk hari tua; olahraga adalah penjaga stamina fisik dan mental di tengah rutinitas.
Keduanya adalah benteng pertahanan terhadap kepenatan dan penanda bahwa hidup harus diisi dengan petualangan, bukan hanya kewajiban.
Hari-harinya di kantor tak selalu mudah.
“Setiap hari bergelut dengan angka, cepat dan tepat, full tekanan“, akunya jujur tentang realitas pekerjaannya yang menuntut ketelitian dan ketahanan mental tinggi.
Tapi, Melysa memilih lensa syukur untuk memandangnya.
“Ketahuilah apa yang kita kerjakan bisa jadi pekerjaan yg diimpikan orang lain, jadi hargai dan syukuri itu.”
Perspektif inilah yang menjadi kunci ketahanannya.
Dengan mensyukuri kesempatan dan menghargai pekerjaan yang mungkin didambakan orang lain, tekanan berubah menjadi tantangan yang bisa dinikmati.
“Maka semua akan enjoy di setiap tanggal 28!” ujarnya dengan sedikit canda, menunjuk pada momen gajian sebagai simbol apresiasi atas kerja keras yang telah dilakukan.
Memandang ke depan, harapan Melysa sederhana namun penuh makna perjalanan: “Semoga selalu diberikan kaki yang kuat.”
Kaki yang kuat bukan hanya untuk bertahan dalam rutinitas, tapi terutama untuk melangkahi hari, tahun dan tempat tempat indah yang harus didatangi.
Setiap langkah, setiap petualangan baru, adalah tabungan berharga agar menjadi bekal cerita dimasa tua.
Visinya jelas: masa tua yang diisi dengan kenangan indah perjalanan, bukan penyesalan atas tempat-tempat yang tak sempat dikunjungi.
Pesan penutup Melysa untuk semua yang membacanya adalah intisari filosofi hidupnya yang tegas dan membebaskan:
“Kebahagiaan itu diciptakan, bukan diminta dan yang menciptakan adalah diri kita, fikiran kita dan hati kita”.
Source image: melysa

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










