Mukhlisah Amin, Ilmu Itu Seperti Cahaya dan Harus Disebarkan 

Iniloh.com Jakarta- Mukhlisah Amin tumbuh di sebuah desa di Sulawesi Selatan, di mana langit cerah dan gemericik sungai menjadi saksi masa kecilnya.

Sebagai anak yang haus ilmu, ia memilih jalan berbeda setelah lulus SD: masuk pesantren.

Di pesantren, hidup diatur dengan jadwal ketat. Tapi di sanalah saya menemukan persahabatan sejati dan kedisiplinan yang membentuk karakter,” kenangnya.

Di balik tembok pesantren, Mukhlisah tak hanya mendalami kajian keislaman, tapi juga belajar arti kebersamaan.

Persahabatan yang terjalin di sana menjadi anchor yang memberinya kekuatan hingga hari ini.

Perjalanan akademis Mukhlisah membawanya ke University of Birmingham di Inggris, kampus yang dikenal dengan pendekatan komprehensif dalam studi Islam, mulai dari teks klasik hingga diskusi kontemporer.

Di sini, saya bertemu dengan mahasiswa dari berbagai latar belakang. Riset kami berbeda-beda, tapi saling melengkapi,” ujarnya.

Birmingham, kota dengan populasi Muslim terbesar di Inggris, memberinya ruang untuk tetap terhubung dengan identitas keislamannya sembari menyerap perspektif global.

Baginya, kota ini adalah jembatan antara tradisi dan modernitas.

Tak mudah bagi Mukhlisah beradaptasi dengan kehidupan baru di Inggris.

Jauh dari keluarga, ia harus menghadapi budaya akademik yang berbeda, cuaca yang tak bersahabat, dan kerinduan akan kampung halaman.

Namun, ia tak sendirian. “Dukungan dosen, teman kelas, komunitas mahasiswa Indonesia, dan LPDP membuat semua tantangan terasa lebih ringan,” ungkapnya.

LPDP, beasiswa yang ia terima, bukan hanya sekadar bantuan finansial, tapi juga pengakuan atas dedikasinya.

Di tengah kesibukan, ia menemukan keluarga kedua dalam lingkaran pertemanan yang hangat.

Lulus dari Birmingham bukan akhir perjalanan. Mukhlisah memilih jalan yang jarang ditempuh: menjadi kreator konten digital yang fokus pada diskusi keislaman, khususnya kajian hadis.

Ini latar belakang S1 saya. Tapi lebih dari itu, ini cara saya terhubung dengan generasi muda yang akrab dengan dunia digital,” jelasnya.

Melalui platform seperti Instagram @mukhlisahamin, ia menyederhanakan konsep-konsep kompleks menjadi konten mudah dicerna.

Bagi Mukhlisah, ini bukan hanya tugas akademis, tapi bagian dari pencarian jati diri , bagaimana menjadi Muslimah yang relevan di era modern tanpa kehilangan akar tradisi.

Studi saya di Birmingham bukan sekadar urusan gelar. Ini proses memahami siapa saya, di mana posisi saya dalam peta keilmuan Islam,” tegas Mukhlisah.

Ia meyakini bahwa setiap fase hidup , dari pesantren di Sulawesi hingga perpustakaan di Inggris  adalah puzzle yang menyusun identitasnya.

Kini, sebagai perempuan yang mendalami hadis sekaligus kreator digital, ia ingin menunjukkan bahwa ilmu agama bisa dinamis, berdialog dengan zaman, tanpa kehilangan esensinya.

Mukhlisah kerap mengingatkan para pengikutnya:

Ilmu adalah cahaya. Tapi cahaya itu harus disebarkan.” Ia mendorong anak muda untuk kritis, tak hanya menerima dogma, tapi aktif menggali makna.

Hadis bukan sekadar teks mati. Ia hidup melalui interpretasi yang kontekstual,” ujarnya.

Baginya, keberanian bertanya adalah kunci memaknai faith di tengah dunia yang terus berubah.

 

Source image: mukhlisah

You May Also Like

Hilda Ayuanita, Progress Over Perfection, Enjoy In The Journey
Hilda Ayuanita, Progress Over Perfection, Enjoy In The Journey
Olla, Lakukan Apapun yang Buat Kita Bahagia Selama Positif 
Olla, Lakukan Apapun yang Buat Kita Bahagia Selama Positif 
Allea Namara, Jangan Ragu Coba Hal Baru Siapa Tahu Temukan Bakat Terpendam 
Allea Namara, Jangan Ragu Coba Hal Baru Siapa Tahu Temukan Bakat Terpendam 
Nova Nabila, Tiada Kata Terlambat Untuk Gapai Mimpi
Nova Nabila, Tiada Kata Terlambat Untuk Gapai Mimpi
Stevilia Putri, Dunia Ini Luas Jangan Stuck di Satu Tempat
Stevilia Putri, Dunia Ini Luas Jangan Stuck di Satu Tempat
Irene Dave, Nikmati Setiap Prosesnya, Pemeran Utama di Hidup Ini Adalah Kita Sendiri 
Irene Dave, Nikmati Setiap Prosesnya, Pemeran Utama di Hidup Ini Adalah Kita Sendiri