Munafik, Takhayul, Jiwa Feodal, Enggan Tanggung Jawab Watak Manusia Indonesia, Relevan di Tahun Politik 2023-2024?

Oleh: Mochtar Lubis ( Pendiri Kantor Berita Antara, anggota International Press Institute)

Nosel Jakarta- Di tanggal 6 April 1977, seorang Batak bernama Mochtar Lubis, yang semasa hidupnya berkecimpung dalam dunia jurnalistik dan sastra itu, naik ke podium seraya memulai pidatonya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Apa yang keluar dari mulutnya kemudian adalah sederetan panjang kata-kata yang membuat telinga panas, bisa menyulut emosi, atau kontemplasi, tergantung yang mendengarnya.

Pendiri kantor berita ANTARA dan mantan penghuni hotel prodeo di masa Sukarno itu dengan tajam mengemukakan pandangannya mengenai sifat-sifat khas, yang sayangnya buruk, dari orang-orang Indonesia.

Pidato tersebut kemudian dibukukan dengan judul Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungan Jawab). Ketika publikasinya meluas, maka semakin kontroversial pandangannya di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang kala itu mulai menemukan bentuknya di bawah Orde Baru.

Mochtar menyebut bahwa ada enam sifat manusia Indonesia yang khas, melekat, dan juga saya rasa, akan sulit diubah. Keenam sifat tersebut adalah (1) munafik atau hipokrit, (2) enggan dan segan bertanggung jawab, (3) berperilaku feodal, (4) percaya takhayul, (5) artistik, dan (6) berkarakter lemah.

Tentu pidato itu lebih dari sekedar olok-olok intelektual karena sang penyampai sudah banyak makan asam garam sebagai wartawan tiga zaman dan pelaku sejarah. Pro dan kontra bersambut, namun Mochtar tetap teguh pada pendirian kritis-sinisnya dalam menanggapi tanggapan-tanggapan publik (dapat dibaca di paruh terakhir buku tersebut).

Mungkin pandangan Mochtar adalah sebuah otokritik paling populer terhadap mitos “keunggulan” masyarakat Indonesia yang kerap dicitrakan bertenggang rasa dan gemar bergotong royong; dan mungkin, yang paling tidak dihiraukan atau dicap sebagai generalisasi ugal-ugalan.

Kini, setelah 46 tahun berlalu, terlebih bertepatan dengan fenomena kian dinamisnya watak masyarakat di tahun politik ini 2023 akankah  pandangan Mochtar Lubis masih relevan?

Ke enam sifat watak buruk manusia Indonesia itu ialah:

 1. Hipokritis dan Munafik

Ciri yang satu ini cukup menonjol di tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Sistem feodal di masa lalu yang menekan rakyat Indonesia menjadi sumber dari hiprokisi yang dahsyat, baik datang dari urusan keagamaan, sosial, hingga masalah korupsi.

Agama datang untuk memperkaya kehidupan jiwa manusia Indonesia, namun tak sepenuhnya mampu dirasakan karena dihantarkan dengan kekerasan, paksaan, hingga persekutuan dengan kekuasaan lain. Begitu pula orang-orang yang menentang korupsi namun turut juga melakukan korupsi.

Banyak dari manusia Indonesia yang mengatakan bahwa hukum yang diterapkan dalam negeri ini telah bersikap adil, namun pada kenyataannya

pencuri kecil masuk penjara, namun koruptor bebas keluar masuk penjara.

Kondisi tersebut tak berubah ketika kita mengingat kasus pencurian bambu yang dilakukan oleh sepasang nenek dan kakek di Gorontalo yang memaksa mereka disidangkan di Pengadilan Negeri Limboto. Kontras dengan pelaku korupsi besar yang beberapa kali lolos dari sidang.

  • Enggan Bertanggungjawab atas Perbuatannya
  • Menurut Mochtar Lubis, kata “Bukan saya” adalah kalimat paling populer di mulut manusia Indonesia. Kesalahan yang dilakukan oleh atasan digeser ke bawahannya, dan terus dilakukan sampai pemegang jabatan paling bawah.

    Sejumlah kasus korupsi yang terjadi di Indonesia hingga kini dilakukan tak hanya oleh pimpinan, namuna juga merambah ke pekerja bawahan mereka. Dari kasus tersebut, diduga ada sistem bagi hasil dari keuntungan yang didapat dari aksi korupsi mereka.

    Salah satu kalimat familiar yang ada di tengah masyarakat perkotaan seperti Jakarta, terutama kalangan menengah ke bawah adalah “Saya hanya melaksakan perintah dari atasan.” Pernyataan tersebut hingga kini masih melekat pada banyak oknum keamanan untuk sekedar menutupi hati nurani mereka.

  • Jiwa Feodal
  • Salah satu tujuan dari revolusi kemerdekaan Indonesia adalah membebaskan manusianya dari feodalisme. Namun pada kenyataannya, bentuk-bentuk feodalisme baru terus bermunculan hingga kini.

    Sikap-sikap feodalisme dapat kita lihat dari bagaimana pemerintah kita dalam urusan jabatan, banyak yang masih mengutamakan hubungan atau kedekatan ketimbang kecakapan, pengalaman, maupun pengetahuannya. Jiwa feodal ini tumbuh subur tak hanya di kalangan atas, namun juga bawah.

    Masalah feodalisme ini tidak lepas dalam kenyataan hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia kini. Politik \’bagi kursi\’ atau bagi-bagi jabatan yang terjadi dalam kancah politik Indonesia adalah salah satunya.

  • Percaya Takhayul
  • Ciri yang satu ini tak lepas dari kebudayaan dan tradisi bangsa Indonesia. Mereka masih percaya benda-benda disembah untuk memperoleh berkah. Tak jarang nyawa pun dipertaruhkan sebagai bagian dari persembahan.

    Sampai saat ini pun, kita masih melihat secara nyata bagaimana banyak program televisi yang menayangkan hal-hal berbau magis dan gaib. Nyatanya, hal tersebut masih saja menghibur manusia Indonesia saat ini.

    Tak hanya tayangan berbau takhayul, pengobatan yang mengandalkan dukun dan sihir pun masih terus dilakukan oleh masyarakat daerah di Indonesia. Kepercayaan itu terus dilakukan meski tak ada penelitian yang mampu membuktikan keabsahannya.

    Pendidikan menjadi salah satu benteng yang kuat untuk menghalau pemikirian-pemikiran tersebut. Dengan pengetahuan yang memadai, hal tersebut akan mampu lebih dikaji ulang agar mampu diterima secara logika.

  • Artistik
  • Kepercayaan yang menjadi bagian dari budaya manusia Indonesia rupanya membawa mereka tumbuh menjadi manusia yang dekat dengan alam. Hasilnya, manusia Indonesia memiliki daya artistik yang cukup tinggi.

    Banyak hasil kerajinan masyarakat Indonesia yang diakui dunia. Sebut saja tembaga, batik, tenun, patung kayu dan batu, hingga ukirannya. Mereka adalah bagian dari daya imaginasi yang tumbuh subur di tengah masyarakat Indonesia.

    Bagi Mochtar Lubis, ciri ini merupakan salah satu yang paling menarik dan memiliki pesonannya sendiri. Ciri ini mampu menjadi tumpuan hari depan manusia Indonesia.

  • Watak yang Lemah
  • Manusia Indonesia memiliki watak yang lemah serta karakter yang kurang kuat. Dalam sejarah Indonesia, Presiden Soekarno adalah sosok yang mampu memberikan contoh dari ciri ini.

    Terkait masalah inflasi yang pernah menyerang Indonesia, Soekarno pernah mengatakan bahwa inflasi itu baik demi \’revolusi Indonesia\’. Dampaknya, seperti yang banyak diketahui, inflasi di Indonesia mencapai 650 persen dalam setahun setelah ia lengser dari kursi presiden.

    Kegoyahan watak merupakan akibat dari ciri masyarakat dan manusia feodal juga. Hal tersebut hingga kini masih terus ditemukan dalam manusia Indonesia untuk menyenangkan atasan atau menyelamatkan diri sendiri.

     

    Sumber: Mochtar Lubis: Indonesia Merdeka 1990, Rahadian Rundjan/https://www.dw.com/id/sinisme-mochtar-lubis-yang-masih-relevan.

    You May Also Like

    Fetri Dwi Amlika Hamid, Buah dari Kebaikan Kan Kita Dapatkan dari Berbagai Situasi di Keseharian
    Fetri Dwi Amlika Hamid, Buah dari Kebaikan Kan Kita Dapatkan dari Berbagai Situasi di Keseharian
    Neni PS, Tak Harus Lebih Hebat dari Lainnya Cukup Lebih Baik dari Diri Kita Kemarin
    Neni PS, Tak Harus Lebih Hebat dari Lainnya Cukup Lebih Baik dari Diri Kita Kemarin
    Rima Djiwantari, Ketika Kita Menemukan Penerimaan dan Kebahagiaan Dalam Diri, Maka Tak Perlu Cari di Tempat Lain
    Rima Djiwantari, Ketika Kita Menemukan Penerimaan dan Kebahagiaan Dalam Diri, Maka Tak Perlu Cari di Tempat Lain
    Aisyah Nur Rahmah, Kejar Mimpi Kita Nikmati Prosesnya Minta Restu Juga Libatkan Allah di Prosesnya
    Aisyah Nur Rahmah, Kejar Mimpi Kita Nikmati Prosesnya Minta Restu Juga Libatkan Allah di Prosesnya
    Iin Amriani, Jangan Katakan Sesuatu Itu Susah Sebelum Kita Mencobanya
    Iin Amriani, Jangan Katakan Sesuatu Itu Susah Sebelum Kita Mencobanya
    Anggun Nikmatia, Senyum Adalah Sebentuk Ibadah Sederhana dari Kebahagiaan dan Dapat Menyebar Ke Lainnya
    Anggun Nikmatia, Senyum Adalah Sebentuk Ibadah Sederhana dari Kebahagiaan dan Dapat Menyebar Ke Lainnya