Namase Madafaka, Kamu Tidak Perlu Menjadi Favorit Banyak Orang!
Iniloh.com Jakarta- Ada sebuah nama yang tak biasa “Namaste Madafaka” yang menyimpan cerita tentang perjalanan seorang anak muda dari kota kecil menuju panggung besar kehidupan.
Di balik nama yang penuh karakter itu, tersimpan kisah inspiratif tentang menemukan jati diri di tengah gemerlap kota metropolitan.
“Aku asli kota Pemalang,” begitu ia memulai ceritanya dengan bangga.
Seperti banyak anak muda lainnya, ia memilih untuk merantau. Namun, kenangan tentang kota kelahirannya tetap melekat erat.
“Pemalang tuh masih banyak lingkungan yang asri,” kenangnya dengan rindu.
Ia bercerita tentang taman-taman yang kini dibangun untuk masyarakat, dan yang paling berkesan, tentang keramahan warganya.
“Warga disana juga ramah-ramah apalagi tetangga sekitar.“
Meski kini orang tuanya telah pindah ke Jakarta, dan pulang kampung hanya sesekali untuk menjenguk sang nenek, nilai-nilai kesederhanaan dan kehangatan Pemalang tetap menjadi kompas moralnya.
Di Jakarta, ia membangun karier di dunia retail.
“Untuk jobdesk aku itu VM,” ujarnya.
VM atau Visual Merchandiser sebuah peran yang menuntutnya untuk sering beraktivitas di depan kamera.
“Maklum kalau misal aku banyak aktivitas depan kamera itu udah makanan sehari-hari,” tambahnya sambil tersenyum.
Bagi yang lain, itu mungkin pekerjaan yang glamor, tapi baginya, itu adalah strategi cerdas membangun personal branding yang selaras dengan profesinya.
Seperti halnya perjalanan karier, tantangan tak pernah absen.
“Yang repot kalau VM dari luar negeri visit ke Indonesia,” ceritanya.
Ia berhadapan dengan klien yang “rewel dan perfeksionis”, sebuah ujian kesabaran dan profesionalisme.
Tapi dengan bijak ia menyimpulkan, “suka duka dikerjaan ya not bad lah.”
Sebuah sikap resilient yang patut diacungi jempol.
Di balik kesibukannya di dunia retail yang serba cepat, harapannya justru sangat mendasar dan universal.
“Semoga kita semua diberi kesehatan,” ujarnya dengan tulus.
Ia menyadari betapa mahal dan berharganya kesehatan, terutama di Jakarta yang hiruk pikuk ini.
Dalam kekacauan ibukota, ia justru menemukan kejelian untuk melihat apa yang benar-benar penting.
Namun, mahakarya dari filosofi hidupnya terletak pada pesan yang dalam dan membebaskan: “Kamu ga perlu jadi favorit semua orang untuk tetap hidup.”
Ini bukan sekadar kata-kata motivasi biasa, tapi sebuah deklarasi kemerdekaan diri.
Dalam kalimat itu, terkandung kebijaksanaan yang ia rangkum dari perjalanan dari Pemalang ke Jakarta, dari anak kampung menjadi profesional di panggung besar.
“Apresiasi dirimu sendiri sekecil apapun.
Berusahalah jadi yang terbaik untuk dirimu sendiri. Jadilah pemeran utama di dalam hidupmu sendiri.”
Source image: Namaste

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










