Nikita Elsa, Ku Belajar Bahwa Menjadi Egois dalam Hal Kesehatan Mental Itu Perlu
Iniloh.com Jakarta- Di Manado, kota dengan panorama laut memukau dan masyarakat yang akrab, Nikita Elsa tumbuh di bawah bayang-bayang stereotip yang melelahkan: “Gadis Manado itu cantik”.
Sejak kecil, label itu ia rasakan sebagai beban.
“Aku berusaha keras menjadi sosok yang disukai banyak orang, sampai lupa bertanya: Aku ingin jadi seperti apa?” ujarnya.
Tekanan untuk memenuhi ekspektasi sosial membuatnya kehilangan jati diri, hingga suatu hari ia menemukan pelarian dan jawaban di balik oven dan adonan kue.
Sebagai gadis Manado, Nikita kerap terjebak dalam pertarungan antara kebanggaan akan tanah kelahiran dan tekanan untuk menjadi “sempurna”.
“Ku merasa harus selalu tampil flawless, ramah, dan sesuai standar orang lain. Capek,“akunya.
Stereotip itu justru membuatnya terus mempertanyakan nilai diri sendiri.
Namun, di balik kegelisahan itu, ia menyimpan rasa cinta pada Manado, kota yang mengajarkannya tentang kekuatan komunitas dan kehangatan keluarga.
Di tengah kebuntuan identitas, COVID-19 pada 2022 membawa Nikita pada kejutan tak terduga.
Saat bekerja di sebuah perusahaan, ia mengisi waktu luang dengan menonton video baking di TikTok dan YouTube.
“Iseng bikin cheesecake dan chocolate cake. Eh, keluarga dan teman bilang enak!” kenangnya.
Dorongan pertama untuk berbisnis datang saat ia membawa kue ke sebuah acara. Seorang tamu memesan 10 cheesecake untuk dibawa ke Jakarta.
“Waktu itu, aku langsung bikin Instagram dan buka PO Japanese Cheesecake. Gak nyangka bisa sampai sekarang,” ujarnya.
Suka terbesarnya? Melihat senyum pelanggan yang puas.
“Feedback positif itu seperti obat lelah,” katanya. Tapi, ada satu musuh abadi: cuci piring.
“Sumpah, ini bagian paling bikin stres! Tiap habis baking, tumpukan piring dan peralatan kayak gunung,” kelakarnya. Namun, ia tak menyerah.
“Buatku, ini harga yang worth it untuk kebahagiaan yang aku dapat.”
Nikita tak mengklaim diri sebagai ahli konten.
“Aku cuma ikut tren yang pas dengan vibe-ku,” ujarnya jujur. Menurutnya, kunci konten yang disukai adalah timing dan keautentikan.
“Orang suka lihat proses baking yang real, bukan yang terlalu dipoles. Mereka ingin tahu cerita di balik kue,” tambahnya.
Ia kerap membagikan blunder baking, seperti kue gagal atau adonan yang kelewat manis, sebagai bentuk transparansi.
Ditanya rahasia kecantikan, Nikita menjawab blak-blakan…
“Faktor genetik dari Mama dan Papa. Plus, aku lebih sering treatment ke dokter estetik daripada pakai makeup tebal.”
Ia menekankan pentingnya merawat kulit daripada menutupi kekurangan dengan riasan.
“Kecantikan itu harus dimulai dari percaya diri, bukan dari lapisan foundation,”ujarnya.
Pengalaman pahitnya menghabiskan masa muda untuk menyenangkan orang lain mengajarkan Nikita satu hal:
“Stop jadi people-pleaser!”. Pesannya tegas: “Kalau marah, katakan.
Kalau sedih, jangan dipendam. Jangan sampai kau kehilangan diri sendiri hanya demi diterima orang.”
Ia mengaku kini lebih memprioritaskan kebahagiaan pribadi.
“Aku belajar bahwa menjadi egois dalam hal kesehatan mental itu perlu,” tegasnya.
Source image: nikita

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










