Perwujudan Asas Kemaslahatan Bersama & Prinsip ESG Dalam Implementasi Tambang Adalah Keharusan
Nosel Jakarta- Negara Indonesia adalah negara hukum, jadi negara hukum adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak ada kekuasaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel).
Lalu dilihat dari tinjauan normatif dan perkembangan ketatanegaraan Indonesia disimpulkan bahwa sejak awal Republik Indonesia berdiri pilihan konsep negara hukum yang dicitakan adalah negara hukum demokratis yang secara aktif bertujuan untuk mewujudkan perlindungan terhadap segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah .
Tetapi insiden dan kasus-kasus yang berupa pengambil-alihan secara paksa (hostile take over) oleh mafia tambang dengan menggunakan prosedur hukum yang menyimpang masih terus berlangsung dan dibiarkan saja oleh negara.
Bukankah kata Menkopolhukam sekali lagi mengatakan akan memberantas mafia tambang dengan menggandeng KPK dan muara besarnya tentu mencegah kebocoran negara dari sektor ini, adanya regulasi hukum yang adil dllnya.
Bang David Darmawan, Ketua Forum Pengusaha Betawi Bersatu & Ketua Umum Front Nasional Penambang Merah Putih menegaskan sekali lagi, semisal dengan kasus “pencaplokan” yang terjadi atas perusahaan tambang pemegang ijin usaha pertambangan (IUP) PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM) yang diduga dilakukan pengusaha Zainal Abidinsyah Siregar yang kemudian berkolaborasi dengan pengusaha besar berinisial SAA alias Haji I .
Dimana mereka bermain di celah-celah prosedur hukum secara sitematis dan terstruktur dengan melibatkan Notaris, Polri, Kementerian Hukum dan HAM serta dunia peradilan untuk menaklukkan pemegang IUP, PT CLM.
Pengambilan secara paksa (hostile take over) dimulai dengan perbuatan hukum Zaenal Abidinsyah Siregar sebagai Direktur PT Aserra Mineralindo Investama (PT AMI), yang dibantu dengan Notaris Oktaviana Kusuma Anggraini melalui pembuatan Akta Nomor 6 Tanggal 24 Agustus 2022 yang mengambil alih 100 persen saham PT APMR.
Padahal Putusan BANI memerintahkan PT APMR hanya wajib mengalihkan atas pemilikan saham 50 persen PT APMR dari 100 persen saham yang berjumlah 200 lembar saham.
Dengan penguasaan 100 persen saham PT AMI melalui Notaris Oktaviana Kusuma Anggraini, terdapat peristiwa hukum penggelapan saham dan memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik karena Putusan BANI Nomor: 43006/I/ARB/BANI/2020 Tanggal 24 Mei 2021, yang isinya mewajibkan pemegang saham PT APMR yakni Thomas Azali dan Ruskin melaksanakan pengalihan atas 50 persen saham kepada PT AMI dengan kewajiban memberikan 50 persen profit dari penghasilan produksi PT CLM senilai Rp 7,8 Milyar.
Sepak terjang PT AMI kemudian berlanjut dengan diterbitkannya Akta Notaris Nomor 6 tanggal 13 September 2022 yang meningkatkan saham milik PT AMI di PT APMR menjadi 500 persen dengan dasar putusan BANI dan Akta Nomor 6 tanggal 24 Agustus 2022. Padahal, putusan BANI tidak pernah menyebutkan adanya peningkatan saham menjadi 500 persen.
Akrobatik hukum PT AMI ini secara nyata terdapat dalam akta Nomor 6 tanggal 13 September 2022 sebagaimana disebutkan dalam halaman 10 akta tersebut.
Dimana, setelah mengalihkan dan merebut seluruh saham dengan menghilangkan saham Thomas Azali dan Ruskin, kemudian seolah-olah dikembalikan 50 persen, lalu diterbitkan kembali 400 lembar saham.
Secara umum kasus ini sudah menyebar dan diwartakan oleh puluhan media nasional dan daerah. Tapi masih saja belum ada tindak lanjut, atau negara yang hadir untuk memberikan keadilan dan memberikan solusi dalam hal ini.
Jangan sampai ada idiom negatif , “ Negara hadir ketika ada keuntungan dari sisi sebelah saja, absen ketika masalah-masalah yang dirasa tidak urgen, atau ada dugaan “ pesanan-pesananan kekuatan tak terlihat mungkin”?
Sebagai tambahan menjamurnya pertambangan ilegal itu justru datang setelah adanya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kemajuan yang sangat cepat, belum ada izin saja sudah di buat.
“Kiranya sebuah asas kemaslahatan bersama, atau ada solusi yang diciptakan dari regulasi dan supremasi hukum, dan prinsip-prinsip ESG ( Environment friendly socially responsible & Good corporate governance ) di dalam implementasi pelaksanaan tambang yang transformatif ideal jika terwujud.” tutup putra Betawi yang selain menjabat Ketua Umum Front Nasional Penambang Merah Putih dan aktif di KADIN Indonesia ini.

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










