RA. Tasyadhia Kusuma Hapsari, Lelah Itu Wajar, yang Penting Bangkit Lagi
Iniloh.com Jakarta- RA. Tasyadhia Kusuma Hapsari, atau yang akrab disapa Tasya, adalah sosok perempuan yang menjalani hidup dengan ketangguhan sekaligus kelembutan khas Jawa.
Lahir di Denpasar, Bali, dengan darah Jawa mengalir dari kedua orang tua, ia menyandang gelar Raden Ajeng, warisan budaya yang ia banggakan tanpa kehilangan sikap rendah hati.
“Saya anak pertama dari dua bersaudara. Ayah mengajarkan kasih sayang dan kesabaran, sementara Ibu mendidik dengan ketegasan.
Kombinasi itu membuat saya mandiri, tapi tetap punya empati,” ujarnya.
Tasya menghabiskan masa kecil di Bali, di antara keindahan alam dan kearifan lokal.
Namun, Jakarta selalu menjadi “rumah kedua” karena keluarga besar ayahnya berdomisili di ibu kota.
Setelah menikah, ia memutuskan pindah ke Jakarta, berkarir dan menjadi seorang ibu untuk anak laki-laki semata wayangnya.
“Jakarta mengajarkan saya arti ketangguhan. Di sini, saya belajar bahwa perempuan harus bisa berdiri di atas kaki sendiri,” katanya.
Sebagai wanita karir di salah satu Bank BUMN, Tasya mengakui bahwa dunia perbankan bukanlah mimpinya.
“Ini lebih ke arahan orang tua. Tapi saya yakin, rezeki saya ada di sini,” ucapnya.
Memproses kredit dan bekerja sama dengan tim untuk mencapai target.
“Kadang pulang malam, tapi saya selalu pastikan ada waktu untuk anak,” tambahnya.
Meski jauh dari cita-cita awal, ia menjalani profesi ini dengan dedikasi, sekaligus menghormati jejak orang tua yang juga berkarier di bidang serupa.
Tasya kerap bercanda bahwa menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi adalah kunci menjaga kewarasan.
Sebagai ibu tunggal, ia memiliki ritual harian untuk memastikan kebahagiaannya tetap terjaga.
Pertama, ia selalu menyediakan waktu untuk quality time dengan anak, seperti jalan-jalan ke taman, memasak bersama, atau sekadar canda tawa di rumah.
Kedua, olahraga rutin seperti kardio atau zumba menjadi cara ampuh baginya melepas penat setelah seharian bekerja.
Tak lupa, ia juga menyisihkan waktu untuk diri sendiri, entah itu bernyanyi lagu lawas ala karaoke atau berbelanja online sebagai bentuk “terapi” penyegaran.
Menurutnya, kebahagiaan seorang ibu adalah pondasi bagi kebahagiaan anak.
“Jika saya kelelahan secara emosional, anak pasti akan merasakan dampaknya,” tegas Tasya.
Dengan menjaga diri, ia yakin dapat memberikan yang terbaik bagi buah hatinya.
Di balik kesibukan, Tasya punya mimpi sederhana: berdamai dengan diri sendiri.
“Saya sedang belajar merawat mental dan fisik. Rutin meditasi, baca buku pengembangan diri, dan tak lupa skincare,” ujarnya sambil tertawa.
Baginya, menjadi ibu bahagia untuk anak adalah prioritas tertinggi.
“Saya ingin anak tumbuh melihat ibunya yang kuat, tapi juga tahu cara mencintai diri sendiri.”
Tak hanya itu, ia ingin terus menjadi pribadi yang memberi dampak positif.
“Membahagiakan orang lain, sekecil apa pun, itu energi positif untuk diri sendiri. Saya kerap bagi-bagi makanan ke tetangga atau dukung teman yang sedang susah,” ceritanya.
Tasya berpesan kepada para perempuan, khususnya menjadi seorang Ibu, untuk terus berkembang dengan tiga prinsip utama.
Pertama, jangan pernah berhenti belajar. “Setiap tantangan adalah guru. Saya ikuti webinar parenting atau kursus manajemen waktu untuk memperkaya diri,” ujarnya.
Kedua, ia menekankan pentingnya menjaga positive vibes dengan membatasi paparan konten negatif di media sosial dan mengelilingi diri dengan energi optimis.
Ketiga, berdamailah dengan ketidaksempurnaan. “Kita bukan superwoman. Lelah itu wajar, yang penting bangkit lagi,” katanya.
Tak lupa, ia menambahkan: “Bahagia itu pilihan. Pilih untuk bersyukur, meski hidup tak selalu sesuai harapan.”
Bagi Tasya, kebahagiaan dan rasa syukur adalah kunci bertahan dalam dinamika hidup sebagai ibu tunggal.
Source image: tasya

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










