Sephira Irawan, We Can’t Control Others, But We Can Control Our Peace!
Iniloh.com Jakarta- Hidup adalah sebuah perjalanan, dan bagi Sephira Irawan, perjalanannya telah membawanya melintasi banyak kota dan fase kehidupan.
Lahir di Samarinda, ia menghabiskan masa kecilnya dengan berpindah-pindah, mengarungi keberagaman budaya Indonesia.
Ia menempuh pendidikan SD di Jakarta, SMP di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, lalu kembali ke Jakarta untuk SMA.
Jejak pendidikannya berlanjut ke Universitas Diponegoro (UNDIP) untuk meraih gelar Sarjana dan Magister dalam Ilmu Komunikasi, sebuah jurusan yang linier yang dipilihnya karena suatu saat pernah bercita-cita menjadi dosen.
Impian itu sempat terwujud ketika setelah lulus S2, ia mengabdikan ilmu dengan menjadi pengajar di Universitas Pandanaran Semarang.
Namun, jiwa yang haus akan perkembangan mendorongnya untuk mengambil langkah berani: meninggalkan zona nyaman akademisi dan “move to Jakarta lagi” untuk berkarier di dunia corporate.
Kini, Sephira telah berhasil menorehkan peran penting sebagai Corporate Secretary di sebuah perusahaan pengembang properti.
Pekerjaannya tidak hanya berkutat di belakang meja, tetapi juga menuntutnya untuk sering visit site atau proyek, menyelami langsung dinamika pembangunan di lapangan.
Di tengah kesibukannya yang padat, ia menjaga keseimbangan hidup melalui olahraga. Sejak kecil, badminton telah menjadi passion-nya.
Selain itu, kebiasaan bermain tenis bersama mama dan papa telah terbawa hingga dewasa, menjadi aktivitas yang tidak hanya menyehatkan tetapi juga menguatkan ikatan keluarga.
Untuk olahraga padel, ia mengaku tidak terlalu menekuni, hanya bermain sesekali ketika diajak oleh satu circle pertemanannya.
Setiap peran pasti memiliki suka dan dukanya.
Suka dari dunia yang ia geluti adalah kesempatan untuk bertemu dengan banyak orang baru, menjalin, dan memelihara good relationship.
Selain itu, ia juga menikmati momen dimana ia bisa “dinas sekalian jalan-jalan,” menjelajahi tempat baru sambil bekerja. Di balik semua itu, ada pengorbanan.
Duka terbesarnya adalah ketika ia harus mengorbankan waktu istirahat demi kelancaran sebuah proyek.
Menghadapi semua itu, filosofi hidupnya sederhana namun mendalam: bersyukur.
“Bersyukur atas segala berkat, bersyukur atas segala chaos dan kewarwerworan dalam hidup,” ujarnya.
Baginya, kunci untuk live a life adalah menyadari bahwa, “Kita gak bisa control apa yang orang lain pikir soal kita, but we can control our mind /response.”
Harapannya tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk negaranya.
Dengan kondisi pemerintahan saat ini, ia berharap para wakil rakyat tidak asal bicara, memiliki empati, dan benar-benar memperjuangkan hak rakyat demi terciptanya masyarakat yang lebih damai.
“Jadi mau apa-apa itu warga ngerasa aman,” tambahnya.
Untuk menjaga kewarasan di tengah segala ketidakpastian, ia berpegang pada prinsip,
“We can’t control others, but we can control our peace of mind. Cara berpikir akan merubah tindakan, tindakan akan merubah kebiasaan, kebiasaan akan merubah karakter, karakter akan merubah kenyataan.”
Source image: saphira

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










