Winda Uia, Perempuan Hebat, Bukan Berarti yang Selalu Teratas!
“Perempuan hebat bukan berarti yang selalu teratas. Tapi yang bisa bertahan, bangkit, dan berbahagia.”
Iniloh.com Jakarta- Filosofi hidup Winda Uia ini bukan sekadar kata-kata, melainkan intisari dari perjalanannya yang penuh ketangguhan, cinta, dan perjuangan melintasi duka.
Perempuan yang mengakar pada kehangatan Surabaya ini membawa dalam dirinya semangat pantang menyerah yang ditempa oleh liku-liku takdir, terutama dalam hubungannya yang mendalam dengan sang ayah.
Surabaya bukan hanya tempat kelahiran Winda, melainkan kanvas kenangan indah masa kecilnya.
“Masa kecil aku penuh dengan kehangatan,” kenangnya.
Sebagai anak keempat dari empat bersaudara, ia tumbuh dalam keluarga yang erat dan bahagia.
Ia menggambarkan sosok ayahnya sebagai pribadi yang hebat, sementara ibunya bagai “ibu peri“.
Rutinitas keluarga sederhana seperti menonton Doraemon setiap Minggu pagi dan menjajal berbagai cabang olahraga bersama membentuk fondasi kebersamaan dan semangat kompetitif yang sehat.
“Mungkin dari kebiasaan ini kami sudah terbiasa dan itu membanggakan,” ujarnya, menunjukkan betapa kebiasaan masa kecil itu membekas menjadi nilai hidup.
Perjalanan karir Winda adalah kisah pencarian jati diri dan keberanian mengubah haluan.
Setelah lulus SMA, ia merantau ke Jakarta dan sempat mengawali kuliah di jurusan Psikologi, bercita-cita menjadi psikolog.
Namun, panggung lain memanggilnya dunia hiburan.
Ia mencicipi popularitas sebagai selebriti dan membawakan acara televisi.
Di tengah kesibukan itu, sebuah tekad baru muncul: menjadi fashion designer. Keputusan ini tidak mudah, terutama karena mendapat tentangan dari sang ayah.
“Menurut dia Designer itu tidak ada masa depannya,” ungkap Winda.
Dengan tekad baja, ia mendaftar di Lasalle College Jakarta.
Selama dua tahun, ia membuktikan diri sebagai siswa berprestasi, bahkan meraih nilai pola terbaik dan menuntaskan pendidikannya tepat waktu dengan nilai hampir sempurna.
Namun, satu bulan menjelang hari bahagia wisudanya, tragedi menyapa.
Sang ayah sakit dan dirawat di rumah sakit. Dalam momen mengharukan di sisi ranjang ayahnya, terjadi percakapan penuh air mata yang mengubah segalanya.
Saat ayahnya bertanya, “Kamu kapan wisuda?“, Winda gemetar menahan haru, menangkap isyarat restu yang selama ini diidamkannya.
Dengan lantang ia menjawab, “Bulan depan pah, papa makanya cepet sembuh, nanti lihat aku wisuda ya.”
Ia pulang dengan hati berbunga, namun takdir berkata lain. Di tengah tidur siangnya, kabar buruk datang: ayahnya kritis.
Saat ia dan kakaknya bergegas naik motor menuju rumah sakit, telepon putus menyampaikan kabar yang menghancurkan: ayahnya telah tiada.
“Aku balik ke Jakarta dengan hati yang hancur,” kenangnya dengan pilu.
Kenyataan pahit bahwa sang ayah takkan pernah menyaksikannya berdiri di panggung wisuda menjadi luka mendalam.
Ia tetap memutuskan untuk menghadiri wisuda tanpa mengikuti fashion show, momen yang terlalu berat untuk dijalani dalam kondisi berduka.
Bahkan, dalam kebahagiaan teman-temannya yang memegang bunga, Winda harus meminjam bunga untuk foto, ditemani sang ibu yang setia.
“Dari kejadian ini aku merasa aku ga boleh ngecewain papa untuk kedua kalinya,” tekadnya bulat.
Putus sekolah psikologi adalah ‘kekecewaan’ pertama, kini ia berjanji untuk sukses sebagai fashion designer sebagai bentuk penghormatan terakhir.
Di dunia fashion yang ia geluti dengan penuh cinta, suka duka pun hadir.
“Sukanya, i love fashion very much, aku bisa bikin baju sesuka aku karena aku siswa dengan nilai Pola terbaik,” ungkapnya tentang kebebasan berekspresi dan kepuasan mencipta.
Namun, ada pula kepedihan saat “customer menganggap remeh hasil karya kita”.
Ia menjadikan Giorgio Armani sebagai idola, mengagumi gaya desainnya yang very classy, elegant and rich nilai-nilai yang mungkin juga ingin ia wujudkan dalam karyanya sendiri.
Harapan dan doa Winda bersifat universal dan tulus:
“Semoga selalu di beri kesehatan. Sukses dan bahagia dunia dan akhirat.” Ini adalah doa untuk keseimbangan dan kebaikan menyeluruh bagi dirinya dan orang-orang terkasih.
Pesan yang ingin ia sampaikan kepada seluruh pembaca di Indonesia adalah filosofi hidupnya yang dalam:
“Perempuan hebat bukan berarti yang selalu teratas. Tapi yang bisa bertahan, bangkit, dan berbahagia.”
Source image: Winda

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










