Windi Anjelia Manarat, Kita Belum Dapat yang Diinginkan Mungkin Waktu-Nya Belum Tepat
Iniloh.com Jakarta- Lahir dan besar di Bitung, Sulawesi Utara, Windi Anjelia Manarat tumbuh dalam lingkungan yang mengajarkannya arti tenggang rasa.
“Sulut adalah contoh nyata kerukunan antarumat beragama. Di sini, perbedaan bukan penghalang, justru pemersatu,” ujarnya.
Nilai-nilai toleransi ini membentuknya menjadi pribadi yang menghargai kebersamaan dan selalu bersyukur atas setiap anugerah hidup.
Prinsip yang terus ia pegang hingga kini, baik dalam karier, keluarga, maupun kehidupan sehari-hari.
Sebagai pegawai bank BUMN, Windi mengaku merasa diberkati.
“Pekerjaan ini adalah bentuk kepercayaan Tuhan. Saya bersyukur bisa berkontribusi sekaligus menghidupi keluarga,” tuturnya.
Di tengah tuntutan dunia perbankan yang dinamis, ia menjalani tugas dengan dedikasi tinggi.
Baginya, bekerja di lembaga negara bukan sekadar mencari nafkah, tapi juga melayani masyarakat, sebuah tanggung jawab yang ia emban dengan penuh kebanggaan.
Di luar rutinitas kantor, Windi menemukan kebahagiaan dalam olahraga.
“Saya biasanya olahraga setelah pulang kerja atau pagi hari di akhir pekan. Ini cara saya me-refresh pikiran dan menjaga kesehatan,” ungkapnya.
Aktivitas ini bukan hanya tentang fisik, tapi juga mental.
Dengan berlari atau berlatih yoga, ia menemukan momen untuk introspeksi dan mengembalikan energi sebelum kembali menjalani hari.
Kisah cinta Windi dan suaminya tak lepas dari ujian jarak.
Hampir lima tahun menjalani Long Distance Marriage (LDM), mereka mengandalkan tiga kunci: kepercayaan, komunikasi, dan iman.
“Kami membangun mezbah doa dalam keluarga. Meski terpisah jarak, Tuhan selalu jadi pusat,” katanya.
Mereka rutin berdoa bersama via telepon, saling menguatkan, dan percaya bahwa setiap tantangan adalah cara Tuhan mematangkan hubungan.
“LDM mengajarkan kami untuk tidak hanya mengandalkan perasaan, tapi juga komitmen dan kesabaran,” tambahnya.
Keyakinan Windi akan kuasa Tuhan tertuang dalam pesannya:
“Tuhan bisa melakukan apa pun—tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Jika kita belum mendapat yang diinginkan, bukan karena Tuhan tak mampu memberi, tapi mungkin waktu-Nya belum tepat atau kita belum siap menerima.”
Prinsip ini ia terapkan dalam segala aspek hidup.
Dari urusan karier hingga rumah tangga, ia meyakini bahwa setiap proses adalah cara Tuhan menyiapkan hal terbaik.
Meski hidup di era serba cepat, Windi tetap menjunjung nilai-nilai keluarganya di Bitung.
Kesederhanaan, gotong royong, dan kehangatan komunitas menjadi fondasi yang ia bawa ke mana pun.
“Saya ingin anak-anak saya kelak paham bahwa kemajuan zaman tak boleh mengikis rasa syukur dan iman,” ucapnya.
Source image: windi

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










