Yara Ajeng, Kebahagiaan Bukanlah Tujuan Akhir, Tapi Proses Sehari-hari
Iniloh.com– Yara Ajeng lahir di Jakarta dari ayah asal Yogyakarta dan ibu Bandung—kombinasi budaya yang ia sebut sebagai “palet kehidupan” yang memperkaya cara pandangnya.
“Tumbuh dengan nilai Jawa yang mengutamakan ketenangan dari Ayah, serta semangat kreatif dan dinamis dari Ibu yang Sunda, membuatku belajar melihat dunia dari banyak sudut,” ujarnya.
Setiap kota, Jakarta, Yogya, Bandung—menyimpan kenangan spesial: dari ritual ngopi bersama keluarga di teras rumah Yogya hingga jalan-jalan santai di kawasan seni Bandung.
Keragaman ini mengajarkannya fleksibilitas, sebuah skill yang kelak sangat berguna dalam karier dan pola asuhnya.
Sebagai Finance & Business Support Manager, Yara menjalani peran yang menuntut ketelitian, strategi, dan kemampuan adaptasi cepat.
“Ini bukan sekadar mengelola angka, tapi juga memahami dinamika bisnis secara holistik. Setiap masalah adalah puzzle yang menantang untuk dipecahkan,” paparnya.
Baginya, pekerjaan ini adalah panggilan jiwa. Namun, di balik antusiasmenya, ada dilema klasik yang dihadapi banyak ibu bekerja: bagaimana membagi waktu antara laptop dan permintaan anak yang ingin bermain.
“Pernah suatu sore, anakku menarik tangan sambil bilang, ‘Ibu, main yuk!’ sementara deadline laporan keuangan harus selesai.
Saat seperti itu, aku belajar multitasking dengan hati,” ujarnya sambil tersenyum.
Solusinya? Time-blocking. Ia membuat jadwal ketat: pagi hari fokus pada pekerjaan, sore hari khusus untuk anak, memasak bersama, membaca cerita, atau sekadar mengobrol tentang hari mereka.
Malam hari, ketika buah hati tidur, ia kembali menyelesaikan tugas kantor.
“Kuncinya: disiplin dan komitmen untuk tidak membawa kerjaan ke meja makan,” tegasnya.
Yara percaya bahwa kesejahteraan individu tak bisa dipisahkan dari kondisi makro.
“Aku berharap perekonomian global membaik, karena itu akan membuka ripple effect positif: lapangan kerja, akses kesehatan, hingga stabilitas sosial,” ungkapnya.
Namun, ia tak hanya pasif berharap. Di tingkat mikro, ia aktif mendorong timnya untuk inovatif dan efisien, kontribusi kecil yang ia yakini bisa berdampak besar.
Pesan utama Yara untuk para profesional, terutama ibu bekerja, sederhana namun mendalam:
“Work-life balance itu bukan mitos. Kita harus bahagia dulu agar bisa menebarkan kebahagiaan ke orang lain.”
Baginya, kebahagiaan bukanlah tujuan akhir, tapi proses sehari-hari. Ia mencontohkan ritual paginya: 15 menit meditasi sebelum memulai kerja, atau coffee break sambil video call dengan orang tua.
“Me-time itu bukan egois. Justru, itu cara kita mengisi ulang energi untuk memberi yang terbaik di semua peran,” tambahnya.
Source image: Ajeng

Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.










