Ziska Oktania, Tetap Semangat dan Terus Berbuat Baik!
Iniloh.com Jakarta- Hawa sejuk Wonosobo bukan hanya tentang suhu, tetapi juga tentang kehangatan hati dan sopan santun yang meresap dalam keseharian.
Dari tanah inilah, Ziska Oktania tumbuh menjadi seorang perempuan dengan jiwa pengabdi, yang hidupnya diwarnai oleh panggilan untuk melayani, baik melalui profesinya di kepolisian maupun dalam setiap interaksinya dengan sesama.
“Asal Wonosobo, Jawa Tengah,” begitulah Ziska memperkenalkan akarnya. Namun, deskripsinya tentang kampung halaman jauh lebih dalam dari sekadar lokasi.
“Kampung yang dingin dan sangat ramah serta sopan dan santun untuk kekerabatannya.”
Wonosobo baginya adalah tempat di mana nilai-nilai kesopanan dan keramahan bukanlah basa-basi, melainkan sebuah cara hidup.
Pendidikan karakter terpenting ia dapatkan dari keluarganya.
“Keluarga sangat mengajarkan arti hidup dan harus rendah hati tidak boleh sombong serta harus murah senyum dan ramah ke siapapun terutama orang yang lebih tua.”
Fondasi inilah yang menjadi bekalnya melangkah ke dunia yang lebih luas, membawa keramahan Wonosobo ke mana pun ia pergi.
Jika ada benang merah dalam hidup Ziska, itu adalah pengabdian.
Cita-citanya untuk bergabung dengan institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tidak lahir tiba-tiba.
“Karena orang tua juga Polri,” ujarnya.
Jejak orang tuanya menginspirasi jalan hidup yang ia pilih.
Bahkan, takdir pun seolah menyetujui pilihannya, karena ia kemudian menemukan jodoh yang juga seorang anggota Polri.
Ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai keluarga dan pengabdian menjadi inti dari kehidupannya.
Mengenakan seragam kebanggaan tentu memiliki rasanya tersendiri. Sukanya, bagi Ziska, terletak pada kepuasan batin yang tak ternilai.
“Kita bisa berhubungan langsung dengan masyarakat dan bisa bantu masyarakat tanpa perantara.”
Itulah momen di mana ia merasakan langsung dampak dari pengabdiannya, menjadi tangan pertama yang memberikan pertolongan.
Namun, di balik kebanggaan itu, tersimpan pengorbanan yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang menjalaninya.
“Dukanya: kadang waktu habis untuk negara dan masyarakat sehingga kadang keluarga di nomor duakan.”
Pengakuan jujur ini menyentuh hati, menggambarkan konflik batin yang kerap dialami para pengabdi negara antara panggilan tugas dan kerinduan akan waktu untuk keluarga.
Dalam doa-doa baiknya, Ziska tidak meminta kemewahan. Harapannya sederhana dan universal:
“Semoga kita semua selalu dalam kebaikan dan memilikki nasib baik, intinya harus selalu bahagia.”
Ini adalah doa yang tulus dari seorang perempuan yang memahami bahwa pada akhirnya, kebahagiaan adalah tujuan utama setiap perjuangan.
Pesan yang ia sampaikan kepada publik pun terasa personal, layaknya nasihat dari seorang sahabat. Pesannya mencerminkan ketangguhan dan kepositifan yang diasah melalui pengalaman hidup:
“Tetap semangat dan terus berbuat baik tidak ada salahnya. Tetap tersenyum apapun keadaannya. Sembunyikan kesedihan dihadapan semua orang.”
Source image: ziska
Penulis di iniloh.com. Misi kami membongkar informasi rumit jadi bacaan yang ringan dan berguna untukmu, dari yang kompleks jadi mudah, dari yang membingungkan jadi jelas.
